Suara.com - Sebagian warga Jakarta tidak setuju isu agama dibawa-bawa dalam aksi demonstrasi yang akan dilakukan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, pada Jumat (4/11/2016) mendatang. Demo dilakukan untuk menuntut pemerintah memproses kasus Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, bernama Syamsudin (86), mengatakan pemakaian isu SARA bisa mengancam perpecahan sesama anak bangsa. Isu ini, katanya, tidak sesuai dengan nafas Islam yang memerintahkan umat untuk selalu rukun dengan sesama umat beragama.
"Dibilang setuju, nggak setuju, kalau saya hanya pedoman, Allah ini menyuruh rukun, rukun damai, tidak ada Allah memerintahkan kita tercerai berai," kata Syamsudin di Tugu Proklamasi, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, kepada Suara.com, Senin (31/10/2016).
Menurut dia demonstrasi bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah.
"Saya tidak menolak, itu urusan masing masing di akhirat nanti. Kalau saya terus terang Allah tidak memerintahkan itu, untuk mencaci orang, mengolok orang, kalau manusia ada salah selain diingatkan dimusyawarahkan dicari jalan yang terbaik itu masih ada," kata dia.
Senada dengan Syamsudin, Youngki Ariwibowo (30), warga Anyer, Menteng, Jakarta Pusat, setuju untuk selalu mengedepankan perdamaian.
Youngki mengatakan masyarakat harus melihat masalah terlebih dahulu sebelum ikut-ikutan demo agar tidak diadu domba.
"Saya minta sebagai umat islam harus melihat, jangan sampai diadu-adu, saya ingin umat Islam melihat suatu masalah. PBNU juga sudah menginstruksikan jangan berbuat kerusuhan saat unjuk rasa, jangan memperkeruh suasana," katanya.
Youngki menduga isu penistaan agama yang dilakukan Gubernur Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama sudah dipolitisir.
"Saya miris dengan perkataan (Ahok tentang surat Al Maidah) yang belum tentu benar dan belum pasti, itu kan dipolitisasi," kata dia.