Suara.com - Pemerintahan Obama memiliki beberapa pilihan dalam merespon keputusan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang mengambil sikap 'pisah' dari Amerika Serikat dan lebih memilih Cina.
Juru bicara Departemen Luar Negeri John Kirby mengatakan bahwa Amerika Serikat akan meminta penjelasan dari Duterte atas pengumuman pemisahan yang dibuat selama kunjungan ke Cina.
Para pejabat AS prihatin tentang ketidakpastian Duterte. Diplomat senior AS untuk Asia, Asisten Menteri Luar Negeri, Daniel Russel mengunjungi Manila akhir pekan ini.
"Dia akan berusaha mengklarifikasi komentar Duterte ini," kata Departemen Luar Negeri.
Jika memilih untuk merespon lebih keras terhadap masalah HAM, AS akan memotong bantuan militer kepada Filipina, atau agar peradilan lebih berhati-hati.
Namun para pejabat Filipina telah menyarankan negara mereka bisa hidup tanpa bantuan AS. Bahkan, usulan Cina dan Rusia menyarankan mereka mencari bantuan di tempat lain.
Sekretaris perdagangan Duterte, Ramon Lopez mengatakan pihaknya mendapat penawaran 13,5 miliar dolar AS yang akan ditandatangani selama perjalanan Duterte ke Cina. Sedangkan pihak Gedung Putih mengatakan saat ini investasi AS langsung ke Filipina lebih dari 4,7 miliar dolar AS.
Anggota Kongres AS, termasuk Senator Demokrat Patrick Leahy, telah mengindikasikan bahwa mereka akan mempertimbangkan bantuan AS ke Filipina jika pembunuhan terus berlanjut.
Washington telah memberikan Filipina bantuan militer tambahan jutaan dolar dalam dua tahun terakhir, sebagai bagian dari upaya meningkatkan hubungan sekutu untuk melawan Cina yang mengklaim teritorial di Laut Cina Selatan.
Sebagai informasi, dalam beberapa bulan terakhir, pihak Gedung Putih menekan respon dari penghinaan anti-Amerika yang digemborkan pihak Duterte. Namun pemimpin Flamboyan itu justru menaikkan taruhannya ke tingkat yang baru, dengan mengumumkan "pemisahan" nya dari teman sekutunya ini, yaknii Amerika Serikat.
Tidak hanya memutuskan, Duterte juga menggembar-gemborkan akan menata kembali hubungan dengan Beijinng dan mungkin Moskow, dua saingan besar AS.
Keputusan Duterte ini, kurang dari tiga minggu sebelum pemilihan Presiden AS yang meragukan kelanjutan hubungan persekutuan AS-Filipina dan mengancam akan melemahkan posisi Presiden Barack Obama di "poros" Asia, seiring dengan semakin kuatnya Cina.
Perjanjian Peningkatan Kerjasama Pertahanan berpotensi dipertaruhkan. Mengingat sifat volatile Duterte ini, pemerintahan Obama berusaha menghindari provokasi. Duterte diberikan teguran dengan mengingatkan atas tindakannya yang terlalu keras dalam memerangi narkoba.
Seorang pejabat AS, yang tidak ingin diidentifikasi, mengatakan ada perdebatan internal aktif dalam beberapa bulan terakhir, mengkritik pemerintah Duterte soal hak asasi manusia.
AS mempertanyakan kampanye Duterte melawan narkoba, di mana lebih dari 3.000 orang tewas sejak ia menjabat pada Juni lalu. Dia langsung merespon dengan mengejek Obama "bajingan" dan mengatakan ia harus "pergi ke neraka."
"Tampaknya tidak membantu dengan tidak mengatakan apa-apa karena saat Anda mengatakan sesuatu, mungkin ia mengurangi rentetan kata-kata kotornya," kata Murray Hiebert, wakil direktur Program Asia Tenggara pada Pusat Studi Strategis dan Internasional. [Reuters]