Suara.com - Terdakwa Jessica Kumala Wongso mengaku tak tahan menghadapi penderitaan sejak dijerat kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin. Wajahnya hampir setiap hari muncul sebagai seorang kriminal.
"Anda bisa bayangkan bagaimana kesedihan orangtua saya, anaknya di dalam penjara. Ketika di dalam persidangan di-bully oleh masyarakat atas apa yang tidak saya lakukan," kata Jessica saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2016).
Yang menyedihkan lagi buat Jessica, semua hal yang disampaikan di pengadilan selama ini dianggap salah oleh jaksa penuntut umum.
"Bahkan jaksa penuntut umum menuduh saya sebagai seorang pembunuh hanya karena melihat bentuk wajah saya. Apapun yang saya lakukan selalu salah di mata jaksa penuntut umum," kata dia.
Jessica mengaku sering menangis ketika mendengar kesaksian para ahli yang dihadirkan jaksa di sidang. Bagi Jessica penjelasan saksi hanyalah kebohongan.
"Saya menangis karena saya tidak mampu mendengar kesaksian-kesaksian bohong. Tapi penasihat hukum menasihati agar saya tetap tegar dan jangan menangis," katanya.
Mirna meninggal dunia usai meneguk es kopi Vietnam bercampur zat sianida di kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Jakarta Pusat, pada Rabu (6/1/2016).
Saat peristiwa terjadi, di meja yang sama, Mirna ditemani dua kawan, Jessica dan Hanie. Mereka merupakan teman sekampus di Billy Blue College of Design, Sidney, Australia. Mereka lulus 2008.
Jessica ditangkap saat berada di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta Utara, Sabtu (30/1/2016) sekitar pukul 07.45 WIB.