"Jadinya bersih uang yang kami terima kira-kira Rp300 dikalikan 20 ton yaitu Rp6 juta per hektare, dengan biaya yang sudah dikeluarkan Rp7 juta buat perawatannya. Tentunya ini merugikan petani. Karena itu, saya berharap pemerintah bisa turun tangan," ujarnya pula.
Sebelumnya, berkaitan penurunan harga singkong yang dirasakan merugikan petani di Lampung, Gubernur Lampung M Ridho Ficardo telah pula menyurati Presiden Jokowi, antara lain mengharapkan agar impor singkong dihentikan.
Dalam surat bernomor 525.28/1904/04/2016, tanggal 16 September 2016 itu, Gubernur Lampung menyampaikan sejumlah usulan serta upaya untuk mengatasi merosot harga singkong, yaitu usulan pertama meminta Presiden Jokowi menghentikan atau mengurangi kuota impor tepung tapioka untuk menjaga stabilitas harga singkong dan tapioka dalam negeri.
Usulan kedua, memberikan wewenang kepada Pemprov Lampung agar dapat membuat kebijakan penentuan harga dasar (floor price) singkong yang layak bagi petani khususnya di Provinsi Lampung. Usulan ketiga, dukungan dari pemerintah pusat dalam pengembangan diversifikasi olahan hasil singkong melalui sentuhan teknologi, seperti olahan singkong menjadi beras, keripik atau olahan pangan lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, produksi singkong Lampung sebesar 7,38 juta ton. Angka Ramalan I (ARAM) 2016 sebesar 7,82 juta ton. Produksi ini menempati peringkat pertama nasional dengan luas panen 298.299 hektare. Rata-rata kepemilikan kebun singkong yaitu 0,6 hektare. (Antara)