Suara.com - Menjelang pilkada Jakarta, berbagai cara dilakukan kelompok berkepentingan untuk membuat kegaduhan, di antaranya memakai isu agama dan etnis. Apa pendapat tokoh agama jika isu tersebut digunakan sebagai alat kampanye?
"Saya rasa, sebenarnya kalau agama digunakan dalam arti positif tidak jadi masalah," kata Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Uung Sendana di kantor The Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations, Jalan Kemiri 24, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/10/2016).
Uung mengatakan agama merupakan bagian dari kehidupan manusia sehingga sangat baik pesan-pesannya disampaikan kepada masyarakat. Asalkan jangan dipakai untuk merendahkan atau menjelekkan orang lain.
"Karena agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Apalagi sebagai bangsa Indonesia yang religius, itu memang isu-isu agama itu digunakan sebagai sesuatu yang wajar, bahkan dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai agama itu sebagai dasar," ujar Uung.
"Kalau ada penggunaan agama dalam arti yang positif, menurut saya tidak jadi masalah. Memprovokasi itu yang menjadi masalah, apalagi sampai membangkitkan kekerasan," Uung menambahkan.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Yusnar Yusuf semua pesan agama adalah kebaikan.
"Walaupun nanti dalam kampanye itu ada penggunaan ayat. Semua ayat dalam Al Quran ataupun hadist Nabi itu tidak pernah, katakanlah menjelekkan orang lain. Pesan ayat dan hadis rasul itu tetap pesan baik," kata Yusnar.
Tetapi kemudian tergantung pada bagaimana orang menginterpretasikan pesan tersebut.
"Ketika dia diinterpretasi, di situ dia akan benar dan salah. Namanya juga interpretasi. Jadi persatuan pemikiran yang melakukan interpretasi," kata Yusnar.
Ketua Inter Religion Council Indonesia Din Syamsudin berpendapat sama. Isu agama, katanya, bukan untuk dipisahkan dari kehidupan manusia, melainkan dijadikan sebagai pengikat persatuan bangsa yang majemuk, seperti Indonesia.