Suara.com - Dua Calon Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Baswedan memiliki pandangan berbeda tentang kontrak politik Calon Gubernur bersama warga.
Menurut Agus, kontrak politik antara gubernur dan warga sudah terwakili saat pelantikan dan sumpah jabatan. Sebab itu ia tidak mau membuat kontrak politik dengan warga sebelum terpilih sebagai gubernur.
Sementara Anies berpendapat, kontrak politik antara calon gubernur dengan warga merupakan bentuk komitmen seorang kandidat untuk memperjuangan aspirasi warga. Sebab itu, ia tidak segan-segan untuk mendatangani jika ada kelompok warga yang mengajukan kontrak politik dengannya.
Menanggapi hal itu, ketua DPP Partai Amanat Nasional, Yandri Susanto mengatakan bahwa kontrak politik antara warga dengan kandidat tidak ada salahnya, selama tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku, serta punya tujuan yang baik.
"Kontrak politik itu penting. Tetapi sekali lagi tidak boleh bertentangan dengan UU. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan daerah," kata Yandri di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Kontrak politik dengan warga punya konsekuensi. Aspirasi warga harus benar-benar diperjuangkan dan direalisasikan jika seorang kandidat tersebut terpilih.
"Jangan sampai kontrak politik itu hanya untuk mengelabui warga, atau hanya sekedar angin surga," ujar Yandri.
Yandri juga menegaskan, esensi dari kontrak politik harus pencerahan bagi masyarakat. Sementara dasarnya adalah kepercayaan publik.
"Kalo misalnya ada kontrak politik, maka kontrak politik dalam rangka pencerahan terhadap masyarakat, melakukan pendidikan politik, mengajak masyarakat untuk terlibat, bukan dalam rangka untuk dikibuli, dibohongi - bukan dibohongi dengan Al Maidah lho maksudnya- tapi dibohongi dengan janji-janji yang tidak mendidik," tutur Yandri.
"Tapi kalau dalam rangka untuk membangun Jakarta sesuai dengan perundang-undangan, tidak ada arogansi disitu, saya kira bagus," Yandri menambahkan.