Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengaku belum mengetahui kabar bahwa dokumen hasil Tim Pencari Fakta terkait kasus Munir hilang dari Sekretariat Negara. Karena itu, dirinya baru akan mengkoordinasikannya dengan pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk mengusutnya.
"Saya belum tahu. Nanti akan saya tanya ke Polda metro,dan kabareskrim akan saya tugaskan," kata Tito di ruang Rapat Utama Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (12/10/2016).
Untuk diketahui sebelumnya ada kabar bahwa dokumen terkait terbunuhnya aktivis HAM tersebut hilang. Dan atas kabar tersebut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar mengatakan hilangnya dokumen hasil Tim Pencari Fakta Munir yang seharusnya dipegang Sekretariat Negara harus diusut. Hal ini menyusul argumen dari lembaga tersebut yang mengaku tak memiliki dokumen TPF. Padahal menurut anggota TPF, Hendardi dan Usman Hamid, dokumen tersebut telah diserahkan di Istana Negara kepada Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, dan menteri terkait lain.
Apabila dokumen kasus kematian Munir tersebut benar hilang, Haris mengatakan hal ini harus diusut lantaran negara dianggap lalai dalam mengurus administrasi publik.
"KIP (Komisi Informasi Pusat) bisa meminta pada otoritas terkait untuk menginvestigasi serusak apa sih administrasi di sana karena setahu saya akhir-akhir ini banyak gugatan mengenai hal serupa," kata Haris dalam konferensi Pers Buka Hasil TPF Munir di Menteng, Jakarta, Minggu (9/10/2016).
Permohonan ini terdaftar dengan nomor register 025/IV/KIP-PS-2016 dengan termohon Kementerian Sekretariat Negara di KIP. Permohonan ini diajukan lantaran meski dokumen telah diserahkan pada 24 Juni 2005, tapi dokumen ini belum diumumkan karena pihak Sekretariat Negara mengaku tidak memiliki dokumen tersebut. Keputusan sidang mengenai perkara ini pun akan diambil pada esok hari setelah menjalani enam kali sidang.
Haris pun menyebutkan sebelum ia mendaftarkan kasus ini ke KIP, tiga orang yang berasal dari Sekretariat Negara menjelaskan pihaknya tak memiliki dokumen TPF. Namun, dengan adanya surat tertulis dari Sekretaris Kabinet yang menyatakan tak memiliki dokumen tersebut maka seharusnya dokumen diarsipkan oleh Sekretariat Negara.
Karena kejadian ini terjadi di banyak kasus, maka Haris meminta Sekretariat Negara harus diperiksa. Ia pun meminta KIP sebagai lembaga independen berani dalam mengambil langkah.
"Kalau problem endemik dan terjadi di mana-mana maka kantor Setneg harus diperiksa dengan metodologi yang tepat, kalau bukan administrasi jangan-jangan masalah politis," kata Haris.
Haris pun meminta agar pemerintah tak lagi bermain-main dalam gelap untuk mengusut kasus Munir dan kasus pelanggaran HAM lain. Dengan ditutupinya kasus ini, menurut Haris, malah menunjukkan bahwa negara terlibat dalam kasus ini.
Haris menduga dalam dokumen TPF tersebut nama-nama sejumlah pejabat disebutkan sehingga pemerintah tak berani mengumumkan dokumen tersebut. Alih-alih mengumumkan pejabat yang bermasalah ini malah semakin dekat di pemerintahan dengan mengisi jabatan-jabatan penting.
"Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian," katanya.