Kisah Para Pemandi Mayat, Jalani Pekerjaan dengan Ikhlas

Siswanto Suara.Com
Selasa, 11 Oktober 2016 | 19:33 WIB
Kisah Para Pemandi Mayat, Jalani Pekerjaan dengan Ikhlas
Ilustrasi jenazah. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ini kisah petugas pemandi jenazah Rumah Duka Persatuan Gereja Indonesia Cikini, Jalan Raden Saleh, nomor 40, Jakarta Pusat. Salah satu petugas bernama Nurdiansyah.

Karena ditemui Suara.com di sela tugas, Selasa (11/10/2016), Nurdiansyah tak menceritakan seluruh kisah. Dia hanya menyampaikan bagian-bagian yang penting saja.

Dia mengatakan menghormati pekerjaannya yang tak banyak dipilih kebanyakan orang. Baginya semua pekerjaan adalah berkah.

"Iya saya betah nggak betah, soal memandikan jenazah ini. Soalnya, kan demi menafkahi anak, istri, mau nggak mau ya tetap jalani saja," tutur Nurdiansyah.

Nurdiansyah baru sekitar tiga bulan menjadi petugas yang mengurusi jenazah. Ayah satu anak ini terlihat tenang.

Jenazah yang dia urus, biasanya adalah pasien yang meninggal karena sakit atau karena memang karena usia sudah tua.

Nurdiansyah kemudian menceritakan pada proses memandikan jasad. Pertama-tama tentu saja menyiapkan peralatan, seperti meja, air, gayung, kapas.

"Saat mau mandiin mayat, ada beberapa alat yang disiapkan. Seperti meja, kan buat tidur, kan mayat, kapas buat lap kain untuk menutup tubuhnya," katanya.

Nurdiansyah melakukan tugas dengan ikhlas. Awalnya saja dia merasa kurang nyaman karena memang proses penyesuaian. Lama-lama menemukan ketenangan dalam menjalankan pekerjaan.

"Saya sih biasa saja," kata dia.

Nurdiansyah mengatakan semua pekerjaan pasti ada saja keluhannya. Tetapi, dia tetap kuat dan berusaha menerima apapun tanggungjawab.

Saat berbincang dengan Suara.com, Nurdiansyah didampingi koordinator pemandi jenazah Hendra Lukito.

Lelaki berusia 60 tahun ini kemudian menceritakan proses memandikan jasad tetap mengikuti tata cara, Islam, Kristen, Hindu, atau Buddha.

"Cara memandikannya sama, cuma setiap agama kan memiliki adat yang berbeda seperti muslim kan harus panggil ustadz dulu. Dan kalau yang Kristen mandiin jenazah orang Kristen, kalau yang muslim mandiin yang muslim dan lain sebagainya," tuturnya.

Hendra mengatakan setiap memandikan satu jenazah, biasanya dilakukan tiga orang. 

Lebih jauh dia mengakui tak semua orang dapat melakukan pekerjaan ini. Dia menyebut pekerjaan ini merupakan panggilan. Mereka yang tak terpanggil biasanya tak bertahan lama dan resign.

"Menurut saya pekerjaan ini pekerjaan panggilan, banyak yang tidak betah, ada yang jijiklah, muallah dengan jenazah," kata dia.

Dia bersyukur kepada yang Maha Kuasa sampai sekarang tetap dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Dan selalu terhindar dari berbagai penyakit.

"Dan Tuhan itu Maha Adil karena, bagaimana pun juga kita yang kerja seperti gini punya niat baik penyakit apapun tidak tertular penyakit," katanya.

Lalu, dia mengisahkan salah satu pengalamannya. Suatu hari saat di jalan tol, dia melihat ada kecelakaan lalu lintas. Tanpa berpikir panjang, dia langsung membantu menangani korban-korban yang bersimbah darah. 

"Waktu itu pernah ada kecelakaan di tol, saya turun langsung bantu, dan saya raut darahnya pakai tangan saya dimasukin ke dalam kantong plastik, saya tidak jijik, karena saya orangnya sosial juga, pekerjaan saya juga nggak beda jauh dari itu," katanya. (Marselinus Kalis)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI