Tim Ahok-Djarot: Demokrasi Mundur Memilih SARA daripada Kinerja

Sabtu, 08 Oktober 2016 | 13:35 WIB
Tim Ahok-Djarot: Demokrasi Mundur Memilih SARA daripada Kinerja
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. (suara.com/Dwi Bowo Raharjo)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Anggota bidang kampanye dan sosialisasi tim pemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan Djarot Syaiful Hidayat, Guntur Romli tidak terlalu mempermasalahkan hasil dari kajian lembaga survei.

Namun, dia berharap agar dalam penyampaian hasilnya tersebut tidak mencantumkan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan).

"Lembaga Survei itu untuk menyejukan. Kami ingin protes yang berbasis kepada SARA. Ini berbahaya, ini potensial untuk melakukan politisasi SARA. Jika ini membentuk opini publik, memilih SARA daripada kinerja. Demokrasi kita mundur. Ini berbahaya bagi keutuhan kita (Indonesia)," kata Guntur dalam diskusi bertajuk 'Perang Survei Pilkada' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/10/2016).

Apa yang disampaikan oleh Guntur tersebut langsung ditanggapi oleh Sekretaris Tim Pemenangan pasangan  Anies Rasyid Baswedan dengan Sandiaga Salahuddin Uno, Syarief.

"Saya tegaskan, obyektif dalam membaca hasil survei. Pilihan-pilihan berbasis agama, itu ilmiah saja. Kenapa diprotes," ujar Syarief.

Sementara itu, Wakil Ketua Tim Pemenangan pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dengan Sylviana Murni, Eko Hendro Purnomo, meyakini bahwa hasil survei tersebut adalah ilmu dan ilmiah.

"Survei itu ilmu. Kita terima jika mayoritas agama Islam (diambil sampling). Itu kan fakta dan dipilah-pilah," kata Eko.

Di tempat yang sama, peneliti Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfarabie, berpandangan jika hasil survei dijadikan opini publik, itu hanya bagian dari perspektif masyarakat.

Adjie menegaskan, kampanye akan hal isu SARA yang dilarang tapi wajar jika memperlihatkan faktor sosiologis dalam penelitian.

"Jika menggiring opini? Mungkin persepsinya begitu.Tapi data itu, untuk kembali kepada yang menyakijan. Di negara maju, diskusi faktor dalam sosiologi, itu tidak dilarang. Di teori politik ada. Kecuali kita mengkampanyekan isu SARA, itu enggak boleh. Jadi bukan hanya program yang dilihat masyarakat, tapi karena hal primodial," kata Adjie.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI