Nurhadi Tantang KPK Soal Dana 3 M untuk Turnamen Tenis

Kamis, 06 Oktober 2016 | 21:07 WIB
Nurhadi Tantang KPK Soal Dana 3 M untuk Turnamen Tenis
Mantan Sekretaris MA, Nurhadi Abdurachman, memberikan keterangan sebagai saksi bagi terdakwa pegawai PT Artha Pratama Anugrah, Doddy Aryanto Supeno, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/8/2016). [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, menantang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membuktikan tuduhan meminta uang Rp3 miliar kepada eks Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro, untuk penyelenggaraan turnamen tenis se-Indonesia. Hal itu dikatakan Nurhadi usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan Rasuna Said,Jakarta Selatan, Kamis (6/10/2016)

"Tidak ada. Tidak ada. Nanti saya jelaskan di pengadilan itu," kata Nurhadi.

Terkait dengan hasil pemeriksaan hari ini, Nurhadi enggan menjelaskan secara gamblang. Dia mengatakan hanya diminta klarifikasi mengenai operasi tangkap tangan terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pengusaha bernama Doddy Aryanto Supeno.

"Klarifikasi saja kaitan dengan OTT saja," kata Nurhadi.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif juga tak menjawab secara gamblang mengenai hasil pemeriksaan terhadap Nurhadi.

"Ya kalau dia dipanggil, kemungkinannya kalau bukan sebagai saksi atau untuk pengembangan yang berhubungan kasus orang lain, atau (bisa untuk) kasus diri sendiri," kata Laode.

‎Dalam dakwaan terhadap Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution, Nurhadi Abdurrachman disebutkan pernah meminta uang Rp3 miliar kepada Eddy Sindoro.

Permintaan uang disebutkan bermula ketika‎ PT. Jakarta Baru Cosmopolitan yang merupakan perusahaan di bawah naungan Lippo Group menghadapi perkara terkait kepemilikan tanah punya ahli waris Tan Hok Tjie di Gading, Serpong, Tangerang. JBC mengetahui adanya permohonan eksekusi lanjutan di PN Tangerang dari Tan Hok Tjie terhadap tanah yang sudah dikuasai JBC.

"Permohonan eksekusi itu diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata jaksa‎ Tito Jaelani saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu ( 7/9/ 2016).

Eddy Sindoro lantas mengutus‎ pegawai PT. Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati‎ untuk menemui Edy Nasution guna menolak permohonan eksekusi lanjutan tersebut. Akan tetapi, karena tidak juga ditindaklanjuti Edy Nasution, Hesti melapor ke Eddy Sindoro.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI