Suara.com - Di Mahkamah Konstitusi, ahli yang diutus Presiden Joko Widodo, Djohermansyah Djohan, menyatakan calon petahana yang akan berlaga di pemilihan kepala daerah sebaiknya mengajukan cuti saat masa kampanye. Demikan dikatakan Djohan ketika dihadirkan sebagai saksi ahli atas uji materi terhadap Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 (3) tentang cuti selama masa kampanye yang diajukan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Mahkamah Konstitusi.
"Bahwa sebaiknya cuti bagi petahana pada masa kampanye tetap dipertahankan, karena lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya," kata Djohan di Ruang Sidang Pleno, gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2016).
Djohan menambahkan pilkada Jakarta akan berlangsung baik jika Ahok bersedia mengambil cuti untuk kampanye. Masa cuti kampanye pilkada Jakarta mulai 28 Oktober 2016 sampai 11 Februari 2017.
"Lebih meningkatkan kualitas pilkada kita (kalau petahana cuti) dan lebih menjamin pilkada yang demokratis sesuai amanat pasal 18 ayat 4 UUD 1945," katanya.
Djohan meyakini roda pemerintahan tak terganggu meski gubernur cuti, sebab posisinya akan langsung digantikan pelaksana tugas.
"Pemerintah pusat melalui peraturan menteri dalam negeri tahun 2016 telah mengaturnya ditunjuk pelaksana tugas dari Kemendagri atau pemda provinsi yang bersangkutan," ujar dia.
Berbeda dengan penyataan Ahok sebelumnya, Djohan menekankan bahwa pelaksana tugas gubernur tetap memiliki wewenang menangani perda APBD maupun perda perangkat daerah.
"Menteri dalam negeri sendiri akan mengangkat pelaksana tugas terbaik dan bebas dari konflik of interest," katanya.
Djohan yang pernah menjadi Direktur Jenderal Otonomi Daerah memastikan pilkada akan berjalan dengan baik jika seluruh calon petahana bersedia mengikuti ketentuan UU.
"Menurut pendapat saya pilkada tetap demokratis. Malahan bisa lebih berkualitas karena cuti dengan off bukan on off. Dan petahana nggak terhindar dari godaan, bisa fokus berkompetisi secara sehat dan memiliki kesamaan dengan penantang," kata dia.
Ahok menguji Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada yang berbunyi: gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Menurut Ahok Pasal 70 ayat (3) bisa ditafsirkan bahwa selama masa kampanye pemohon wajib menjalani cuti, padahal selaku pejabat publik, Pemohon memiliki tanggungjawab kepada masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta terlaksana termasuk proses penganggarannya.
Ahok menilai penafsiran yang mewajibkan petahana cuti kampanye sebagai hal yang tidak wajar karena cuti merupakan hak seperti pada hak PNS yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menurut Ahok aturan tersebut seharusnya dimaknai bahwa cuti kampanye merupakan hak yang sifatnya opsional.