Suara.com - Dewan Pers menyatakan penganiayaan yang dilakukan sejumlah anggota TNI Angkatan Darat kepada kontributor NET TV Soni Misdananto (30) mencoreng kebebasan pers di Indonesia.
"Kasus kekerasan ini sangat mencoreng demokrasi di negara kita. Itu dilakukan aparat TNI," ujar anggota Dewan Pers Ratna Komala di gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2016).
Ratna menerangkan sebelum kasus penganiayaan dialami Soni, Dewan Pers sudah melakukan pertemuan dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Pertemuan tersebut membahas bagaimana menjamin jurnalis yang tengah melakukan tugas peliputan tidak lagi menjadi korban kekerasan oleh oknum.
"Beliau (Gatot) berjanji akan mengusut dan menegakkan hukum, kita masih menunggu, ternyata tiba-tiba terjadi lagi kekerasan terhadap wartawan. Saya semakin miris dari proses pemeriksaan bukan hanya Soni tidak boleh didampingi, tapi ada indikasi penuh dengan intimidasi," kata dia.
Selain dianiaya, Soni dan keluarganya juga diintimidasi. Caranya, rumah dan kos didatangi oknum.
Dewan Pers berharap kasus ini menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Dan jangan terulang lagi. Mengingat, Indonesia akan menjadi tuan rumah forum media internasional 2016 keempat bertajuk Jakarta World Forum for Media Development 2016.
"Dan kita tahun depan akan menjadi tuan rumah lagi untuk World Press Freedom Day tahun 2017," kata Ratna.
Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah karena dinilai sebagai negara yang mengedepankan kebebasan pers serta kebebasan berekspresi.
Ratna khawatir terulangnya kasus kekerasan terhadap insan pers, citra Indonesia memburuk lagi.
"Ini masalah serius, ini menjadi taruhan kredibilitas Indonesia di mata internasional. Unesco selalu menanyakan penyelesaian kasus pada wartawan, sangat mempengaruhi ketika menjadi tuan rumah pelaksanaan hari kebebasan pers dunia," ujarnya.
"Presiden harus turun tangan kalau sudah taruhannya negara, karena Indonesia jadi tuan rumah," Ratna menambahkan.