Suara.com - Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana menyayangkan kasus kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi Indonesia. Lagi-lagi, pelaku kekerasan tersebut adalah tentara.
Seorang kontributor NET TV, Soni Misdananto (30) yang sedang meliput di Kota Madiun, Jawa Timur, Minggu (2/10/2016) kemarin, menjadi korban pemukulan tentara.
"Kasus di Madiun menunjukan bahwa TNI nggak belajar dari kasus sebelumnya, proses edukasi nggak berjalan dengan baik di TNI," ujarnya di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2016).
Sebelum kekerasan terhadap jurnalis menimpa Soni, pada Agustus 2016 oknum TNI AU Lanud Suwondo Medan melakukan penganiayaan terhadap sejumlah jurnalis yang tengah melakukan peliputan sengketa lahan.
"Saat itu, jajaran TNI berjanji kasus kekerasan pada pers nggak terulang. Ini (setelah kasus terulang) membuktikan bahwa ini serius apa yang terjadi terhadap Soni di Madiun itu terulang, padahal nggak seharusnya terjadi lagi," katanya.
Selanjutnya, Yadi menerangkan saat pemeriksaan Soni tidak diperkenankan didampingi oleh kuasa hukum, pihak keluarga, termasuk rekan-rekan jurnalis di sana.
"Yang dilakukan oknum tentara dengan cara melakukan perampasan kamera, mematahkan memory card yang dialami Soni itu adalah tindakan di luar batas kewajaran. Sipil dihadapan tentara jauh sekali," katanya.
Menurut Yadi, masyarakat sipil akan takut menghadapi TNI yang dimodali dengan senjata.
Dia meminta Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menindak tegas anggotanya yang melakukan penganiayaan kepada sejumlah jurnalis.
"Kita mendesak panglima TNI untuk anggotanya yang melakukan kekerasan harus dibawa ke pengadilan militer dan dihukum oleh UU yang berlaku. Kasus Medan catan kami juga itu belum selesai. Oknum yang terlibat harus dijatuhi sanksi yang berlaku," katanya.