MKD Tak Bisa Rehabilitasi Jabatan Novanto sebagai Ketua DPR

Rabu, 28 September 2016 | 18:40 WIB
MKD Tak Bisa Rehabilitasi Jabatan Novanto sebagai Ketua DPR
Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto. [Suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan mahkamah tidak bisa merehabilitasi jabatan Setya Novanto sebagai ketua DPR. Sebab, MKD tidak pernah memberikan sanksi atas dugaan pelanggaran etika kepadanya.

Selain itu, Dasco menerangkan Novanto juga tidak meminta MKD ‎merehabilitasi jabatan.

Novanto hanya meminta peninjauan kembali atas proses persidangan perkara etikanya yang ditangani MKD.

"Kenapa MKD tidak merekomendasikan rehabilitasi kedudukan? Pertama, Saudara Setya tidak minta, kedua yang bersangkutan tidak pernah dihukum untuk mundur dari jabatannya. Dia mundur sendiri," kata Dasco di DPR, Rabu (28/9/2016).

Atas permintaan Novanto, MKD akan memberikan keputusan untuk merehabilitasi harkat, martabat, dan nama baiknya. Keputusan ini, menurutnya, hanya perlu disampaikan kepada Novanto, Fraksi Golkar dan pimpinan DPR, tanpa perlu dibawa ke paripurna.

"Karena kita tidak pernah menghukumnya. Kalau kita menghukumnya, proses rehabilitasinya dibacakan di paripurna karena hukumannya dibacakan juga di paripurna," tuturnya.

Dasco menilai tujuan pemulihan nama baik yang diminta Novanto merupakan tindakan politis. Politikus Gerindra ini menganggap upaya rehabilitasi dilakukan supaya Novanto memiliki target politik di masa depan sehingga nama baiknya perlu diperbaiki.

"Mungkin alasan meminta pemulihan nama baik ini karena sebagai politisi mungkin ke depannya dia punya target yang musti dicapai. Sehingga nama baiknya perlu dipulihkan," kata Dasco.‎

‎Novanto meminta peninjauan kembali perkaranya karena beranggapan alat bukti yang digunakan dalam persidangan ilegal.

Hal itu sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi Novanto terkait UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam putusan MK ini, disebutkan rekaman tidak menjadi alat bukti karena tidak direkam oleh penegak hukum.

Kasus etika Novanto berawal dari laporan Menteri ESDM (mantan) Sudirman Said ke MKD tentang perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia. Sudirman membawa alat bukti berupa rekaman pembicaraan Setya Novanto, Direktur PT. Freeport Indonesia (mantan) Ma'ruf Syamsuddin dan pengusaha Riza Chalid.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI