Suara.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait dengan UU Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran. RDP digelar di ruang rapat Baleg, Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Dalam RDPU, Wakil Ketua IDI, Daeng M. Faqih mengatakan bahwa UU Nomor 20 Tahun 2013 tersebut mengalami beberapa permasalahan. Salah satunya yaitu dimasukkannya Dokter Layanan Primer kedalam jenis profesi baru kedokteran.
"Frasa Dokter Layanan Primer dalam UU Nomor 20 Tahun 2013 ini harus dihapuskan. Karena ini menyebabkan kontroversi," ujar Faqih.
Menurut Faqih, dunia internasional sama sekali tidak mengenal gelar setara spesialis Dokter Layanan Primer. Katanya, Dokter Layanan Primer hanyalah sebatas komunitas dokter yang memberikan layanan kesehatan, bukan spesialis dokter.
"Tidak ada satu pun negara internasional yang menyebutkan primary care physician sebagai gelar profesi khusus yang berpraktek di layanan primer," tutur Faqih.
Faqih melanjutkan, dampak lain yang bisa ditimbulkan dengan adanya profesi dokter layanan primer yaitu dapat menimbulkan konflik horizontal antar dokter di pelayanan primer.
"Selain bisa menimbulkan konflik itu tadi, ini juga bepotensi mengkriminalisasi dokter umum yang menangani pasien," kata Faqih.
Selain itu, menurut Faqih, hal ini juga menyamarkan perbedaan antara kompetensi dokter layanan dengan kompetensi pendidikan dokter yang tercantum dalam standar kompetensi dokter Indonesia tahun 2012 yang telah disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
"Kurikulum, standar pendidikan, dan gelar Dokter Layanan Primer belum memiliki kejelasan dan landasan formal," kata Faqih.
Faqih melanjutkan simulasi pelaksanaan program Dokter Layanan Primer memerlukan waktu 30-50 tahun untuk men-DLP-kan (dokter layanan primer) dokter umum yang akan bekerja di layanan primer, belum termasuk 8.000 lulusan dokter/tahun yang terus dihasilkan.