Suara.com - Jaksa Agung M. Prasetyo menilai kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso lebih mudah terungkap dibandingkan kasus aktivis HAM Munir. Kedua kasus memiliki kemiripan, sama-sama memakai racun untuk menghilangkan nyawa.
"Kasus ini (Mirna) ini mirip dengan kasus pembunuhan Munir, bahkan sebenarnya lebih mudah. Karena kita hanya berkutat dengan petunjuk saja," kata Prasetyo ketika rapat dengan Komisi III DPR, Senin (26/9/2016).
Kasus Mirna saat ini sedang dalam proses persidangan. Keterangan saksi ahli yang dihadirkan jaksa sudah didengarkan hakim. Sekarang, giliran saksi ahli dari pengacara terdakwa yang didengarkan.
Proses persidangan terhadap kasus pembunuhan berencana tersebut mendapat sorotan publik, pro kontra pun bermunculan.
"Kita lihat, sekarang ada pro dan kontra, kita tunggu saja proses akhir perkara ini," ujar Prasetyo.
Persidangan kasus Mirna melibatkan saksi-saksi lintas negara, Australia. Pemerintah Indonesia sampai meminta izin untuk mengundang pihak-pihak terkait untuk menjadi saksi dalam persidangan. Pemerintah Australia pun memberikan sejumlah persyaratan kepada Indonesia.
"Kami penuhi (syaratnya), memberikan izin asal tidak ada tuntutan mati. Ini disampaikan melalui Menkumham dan saya sampaikan, kita ikuti, tapi kalau hakim memutuskan itu di luar kewenangan kita," ujar Prasetyo.
Mirna meninggal dunia usai meneguk es kopi Vietnam bercampur zat sianida di kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Jakarta Pusat, pada Rabu (6/1/2016).
Saat peristiwa terjadi, di meja yang sama, Mirna ditemani dua kawan, Jessica dan Hanie. Mereka merupakan teman sekampus di Billy Blue College of Design, Sidney, Australia. Mereka lulus 2008.
Jessica ditangkap saat berada di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta Utara, Sabtu (30/1/2016) sekitar pukul 07.45 WIB.