Suara.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir yang menjadi saksi ahli terdakwa Jessica Kumala Wongso meragukan rekaman kamera pengintai atau CCTV yang dpergunakan jaksa penuntut umum sebagai barang bukti kasus kematian Wayan Mirna Salihin.
Mudzakkir menilai adanya proses penggandaan terhadap rekaman CCTV tersebut membuat barang bukti tersebut diragukan keasliannya.
“Soal penggandaan atau kloning harus diambil data dari DVR. Dan ini diganda berapa kali, kalau ada yang digandakan dari yang diganda pertama sudah tidak original. Sehingga kloning harus dari sumber aslinya, dan diserahkan ke lab bukan ke individual,” kata Mudzakkir dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/9/2016).
“Proses yang tidak sah, tidak bisa jadi alat bukti yang sah,” tegas Mudzakkir.
Dia menilai jika rekaman CCTV tersebut merupakan hasil penggadaan dari barang bukti aslinya, maka hal tersebut bisa melanggar prinsip keaslian seperti yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009.
“Kalau aslinya sudah tidak ada maka orang tidak akan bisa menguji keoriginalitasnya. Sehingga bisa diragukan karena melanggar prinsip keaslian sebagaimana ada di Perkap,” kata dia
Seharusnya, kata dia, jaksa penuntut umum bisa menghadirkan Digital Video Recorder (DVR) dipersidangan untuk mengecek kebenaran dari barang bukti eletktronik. Bukan hasil penggandaan.
“Ukuran asli dan tidak asli dari DVR. Kalau tidak ada DVRnya maka sulit, kan kalau ada yang tidak percaya, baik PH (penasehat hukum) atau JPU bisa mengeceknya di DVR bukan dihasil kloningan,” katanya
Selain itu, dia menambahkan seharusnya penyidik yang menangani kasus kematian Mirna harus membuat berita acara terkait penggandaan rekaman CCTV. Diketahui jika rekaman CCTV tersebut diambil dari kafe Olivier ketika Jessica, Mirna dan Boon Juwita alias Hanie bertemu 6 Januari 2016 silam.
"Apabila kalau pemindahan atau kloning tidak dilakukan orang yang berwenang yaitu penyidik maka keabsahannya akan dipertanyakan. Kan harus ada BA (berita acara),” kata ahli.