Jika Aturan Kapolri Tak Dipenuhi di Kasus Mirna, Apa yang Terjadi

Senin, 26 September 2016 | 12:42 WIB
Jika Aturan Kapolri Tak Dipenuhi di Kasus Mirna, Apa yang Terjadi
Terdakwa Jessica Kumala Wongso dan pengacara Otto Hasibuan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (5/9). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakkir menyatakan autopsi secara menyeluruh wajib ditempuh aparat kepolisian dalam menangani kasus keracunan karena hal ini sudah menjadi syarat teknis dan telah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009.

“Sesuai perspektif hukumnya, aturan hukum itu wajib. Kalau cuma sebagian maka tidak bisa dibuktikan bahwa meninggal karena racun. Sehingga kalau diperiksa sebagian hasilnya positif maka diragukan,” kata Mudzakkri ketika dihadirkan menjadi saksi ahli untuk terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/9/2016).

Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 58 Peraturan Kapolri yang menyebutkan pemeriksaan barang bukti untuk kasus keracunan dan korban meninggal wajib memenuhi persyaratan teknis. Sebagaimana dalam aturan tersebut barang bukti yang diambil dalam pemeriksaan yakni lambung beserta isi, hati, ginjal, jantung, jaringan lemak bawah perut, dan otak masing-masing 100 gram serta cairan urin dan darah.

"Untuk mengambil organ dan cairan itu harus dilakukan autopsi menyeluruh. Kan tidak mungkin mengambil otak tanpa autopsi, sehingga kami simpulkan perkap ini untuk memastikan kausalitas,” kata dia.

“Karena ini aturan seluruh aparat penegak hukum juga harus tunduk, karena aturan ini dibuat untuk semua orang,” kata dia

Setelah mendengarkan penjelasan saksi ahli, ketua tim ketua tim kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, bertanya bagaimana jika pemeriksaan autopsi menyeluruh tidak dilakukan penegak hukum terhadap jenazah Mirna. Hal ini mengacu pada tindakan penyidik Puslabfor Mabes Polri yang hanya memeriksa beberapa sampel organ Mirna sesaat setelah meninggal karena minum es kopi bersianida. Sampel yang diperiksa yaitu lambung, empedu, hati, dan urine. Dari lambung tersebut ditemukan sianida seberat 0,2 miligram perliter. Ketika itu, jenazah Mirna tidak diautopsi secara menyeluruh dengan alasan tak diizinkan keluarganya.

“Seandainya perkap ini tidak dipenuhi, bagaimana pendapat ahli?” kata Otto.

“Jadi jika tidak sesuai dapat menyatakan keberatan kepada hakim, karena tidak sesuai prosedur dan ada hak yang dirugikan di sini,” Mudzakkir menjawab.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI