Suara.com - Ketua tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan akhirnya tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah sebelumnnya tidak hadir di awal sidang ke-24 kasus kematian Wayan Mirna Salihin.
Saat tiba sekitar pukul 14.45 WIB, Otto tiba dengan rombongan kerabat. Nampak ada satu orang warga negara asing yang berbarang tiba bersama Otto.
Tepat pukul 15.30 WIB. Ketua Majelis Hakim Kisworo pun kembali melanjutkan sidang setelah sebelumnya diskor. Selanjutnya Hakim Kisworo memerintahkan agar tim kuasa hukum Jessica menghadirkan saksi ahli di persidangan.
Rupanya WN asing tersebut adalah saksi ahli yang hadir bersamaan dengan Otto. Namanya adalah Richard Bryon Collins yang berprofesi sebagai ahli Patologi Forensik dari Australia.
Setelah dipersilahkan masuk ke ruang sidang. Majelis Hakim pun bertanya kepada Richard yang menjadi saksi ahli Jessica apakah telah memenuhi persyarakat keimigrasian terkait kedatanganya ke Indonesia.
"Persyaratan tentang kedatangan ke Indonesia sudah dipenuhi?" tanya Hakim kepada Richard yang didampingi seorang penerjemah.
"Ya saya sudah," kata dia.
Hakim juga sempat menanyakan soal latar belakang profesi Richard sebagai ahli Patologi Forensik. Setelahnya, hakim pun memerintahkan kepada tim kuasa hukum dan jaksa penuntut umum mengenai adanya pembagian waktu bertanya kepada saksi ahli.
"Untuk membatasi waktu, masing-masing pihak diberi waktu untuk bertanya selama 1,5 jam," kata Hakim Kisworo.
Mendengar hal tersebut, kedua pihak yang berperkara di sidang kasus 'Kopi Maut Mirna' bersepakat. Kemudian, kesempatan bertanya pertama diberikan kepada tim kuasa hukum Jessica. Dalam sidang, Otto pun langsung bersiap-siap untuk melontarkan pertanyaan kepada saksi ahli.
Dalam kesaksiannya, Richard menyayangkan tidak adanya proses autopsi yang menyeluruh terhadap jenazah Mirna. Seharusnya apabila ditemukan adanya kejanggalan dari kematian Mirna, maka uapaya yang harus ditempuh adalah melakukan autopsi secara menyeluruh.
“Pada dasarnya karena tidak dilakukan autopsi penuh. Dan oleh karena itu kematian mendadak karena penyakit tidak dapat diteliti,” kata Richard.
“Ada istilah untuk ini autopsi parsial, autopsi sebagian dan autopsi terbatas. Dan untuk penyebab kematian yang dipakai adalah tergantung pada keadaan yang terjadi di sekitar kematian tapi kalau kematian dicurigai maka autopsi penuh,” tambah dia.
Dalam kasus ini, kata dia, seharusnya bisa melibatkan ahli patologi yang berpengalaman untuk bisa langsung menyimpulkan soal adanya kejanggalan dalam kematian Mirna.
Richard menganalisa dokumen dari kuasa hukum Jessica terkait kematian Mirna. Dari hasil analisanya itu, Richard mengaku tidak bisa memastikan jika Mirna meninggal dunia akibat teracun sianida.
"Akhirnya dengan memperhatikan tidak adanya sianida yang hanya ada ada dalam jumlah kecil sehingga bahwa saya tegaskan penyebab kematian (Mirna) tidak dapat dipastikan,” kata Richard.
Menurutnya, pemeriksan terhadap jaringan lambung dari jenazah Mirna yang sebagaimana nampak dari barang bukti nomor 5 hanya menunjukkan adanya kadar siaida sebesar 0,2 miligram. Dari temuan sianida dari pemeriksaan sampel jaringan lambung belum bisa menjadi dasar jika hasil penelitian jika Mirna tewas karena sianida. Pasalnya, kadar sianida yang ditemukan dalam lambung Mirna terbilang rendah.
"Dalam dalam kasus ini, bahwa hasil yang dicantumkan sahih dan nyatanya sianida tidak ditemukan. BB (barang bukti) 4 saya mengamini cairan lambung yang diambil 70 menit setelah kematian dan BB 6 adalah organ yang diambil dari jasad serta BB 7 adalah urine dari jasad. Sehingga satu-satunya sampel yang terkandung sianida adalah BB 5, 0,2 mg,” kata Richard.
Dia juga mengatakan jika proses pengambilan beberapa sampel dari jenazah Mirna belum bisa membuktikan secara ilmiah untuk menjawab teka-teki kematian Mirna.
“Kesimpulannya pengambilan sampel dari jasad yang tidak sempurna tidak memberikan hasil bagi korban, terdakwa dan sistem peradilan,” tegas dia lagi.