Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Farouk Muhammad mengatakan hari ini Rapat Paripurna akan mendengarkan keputusan Badan Kehormatan DPD RI tentang pelanggaran etik Ketua DPD Irman Gusman.
"Kita dengarkan dulu saja dari BK keputusannya apa," kata Farouk di DPD, Selasa (20/9/2016).
Tadi malam, BK DPD RI memutuskan pemberhentian Irman dari jabatannya karena mencederai lembaga negara dan menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi. Dia mengatakan, rapat paripurna ini akan merespon putusan BK itu.
"Kami dari DPD ingin merespon apa yang menjadi sorotan publik bahwa kami tidak bersikap tanpa menghilangkan kehormatan pada hak-hak tersangka untuk melakukan proses apa saja," kata dia.
Dia menambahkan, dalam rapat paripurna ini juga akan dibahas penggantian jabatan Ketua DPD yang lowong. Farouk pun belum bisa memastikan mekanisme proses pergantian Ketua DPD, apakah sepaket atau salah satu saja. Sebab, hal itu dikembalikan dalam rapat kali ini.
"Kita nanti mendengarkan. Saya baru komunikasi dengan Ketua BK tadi pagi," tuturnya.
Sebelumnya, BK DPD memutuskan memberhentikan Irman Gusman dari jabatan Ketua DPD RI. Keputusan ini diambil setelah BK melakukan sidang, Senin (19/9/2016) malam.
"Keputusannya cuma satu, Irman Gusman diberhentikan dari Jabatan Ketua DPD RI," kata Ketua BK DPD AM Fatwa usai sidang.
Dia mengatakan, keputusan ini diambil setelah meminta pandangan dua orang Pakar Hukum Tata Negara, yaitu Refly Harun dan Zain Badjeber, serta Setjen DPD Sudarsono.
Dasar pemberian sanksi ini, kata Fatwa, adalah Pasal 52 Tata Tertib DPD yang menyebutkan Ketua dan/atau Wakil Ketua DPD akan diberhentikan berstatus tersangka dalam pidana.
Dia mengatakan, etika yang dilanggar Irman adalah mencederai lembaga negara dan menyalahgunakan kewenangannya sebagai Ketua DPD untuk memperoleh keuntungan pribadi.
AM Fatwa menegaskan, sanksi yang diberikan ini masuk ke dalam ranah etik. BK DPD, sambungnya, tidak memasuki ranah pidana yang sedang berproses di KPK.
Dalam sidang tadi, Ahli Tata Negara memberikan masukan supaya BK DPD memberikan keputusan setelah adanya surat resmi dari KPK. AM Fatwa mengatakan, putusan BK DPD tidak memerlukan surat tersebut.
"Tidak dibutuhkan, sekarang keluarga sudah menerima surat penahanan jadi sudah jelas," tuturnya.