Suara.com - Ahli Psikologi dari Universitas Indonesia Dewi Taviana Walida meragukan hasil pemeriksaan yang dilakukan terdakwa Jessica Kumala Wongso pada saat proses penyidikan kasus kematian Wayan Mirna Salihin.
Alasannya pemeriksaan kejiwaan hanya dilakukan dengan menyesuaikan dari rekaman kamera pengintai atau CCTV kafe Olivier. Menurutnya, barang bukti rekaman CCTV tersebut tidak bisa menjelaskan guna menganalisa secara menyeluruh.
"Pengertian CCTV pelebaran dari peran teknologi. Dulu kan kita hanya lake mata, pake kaca sekarang CCTV. Prilakunya apa yang pengin dilihat, sesuai nggak, cukup menjawab nggak. Serpihan gambar, bukan data. Kita bedakan informasi dengan data. Bagaimana kita menyimpulkan informasi, dan lihat dari perbedaan," kata Dewi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016).
Dia pun menyebutkan dengan minimnya data maka hasil pemeriksaan kejiwaan Jessica tidak mendapatkan hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Tadi ditanyakan gestur 50 persen kan. Kemudian kita lihat dengan gesturnya, bisa nggak kalau kita nilai dari data yang kurang. Nggak cukup datanya. Bagaimana kita menyimpulkan dari data yang minim," kata dia.
Lebih lanjut, Dewi pun menilai rekaman CCTV yang dilakukan untuk menganalisa gerakan-gerakan Jessica di kafe Olivier hanya berdasarkan satu informasi, maka bisa dipastikan data yang diperoleh masih sangat minim.
"Jadi kalau menarik kesimpulan dari CCTV tidak bisa, itu kan hanya satu informasi. Memang kita bisa menilai dari data yang kurang?” Jadi untuk ukur lazim atau tidaknya dari penelitian,” kata dia.