Suara.com - Pengamat hukum Universitas Bung Hatta Padang, Sumatera Barat, Miko Kamal, mengatakan korupsi sekecil apapun apalagi yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara tidak boleh ditoleransi.
"Kecilnya nominal hasil operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Ketua DPD Irman Gusman yang hanya Rp100 juta tidak boleh dijadikan pembenaran perilaku koruptif," kata Kamal dikutip dari Antara, di Padang, Minggu (18/9/2016).
Menurutnya operasi tangkap tangan tersebut cukup mencengangkan publik khususnya etnis Minangkabau baik yang berada di kampung maupun yang di rantau mengingat barang bukti yang didapat amat kecil.
Namun, besar atau kecilnya nominal hasil operasi tangkap tangan seharusnya tidak dijadikan ukuran dalam menilai kerja KPK, katanya.
Oleh sebab itu, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi harus membuktikan tetap istiqomah bekerja untuk dan atas nama hukum, bukan untuk memenuhi selera kelompok-kelompok tertentu seperti tudingan sebagian pihak.
Dia menilai kasus Irman Gusman makin membenarkan bahwa korupsi berkenaan dengan perdagangan pengaruh yang merupakan salah satu ancaman serius bagi pihak-pihak yang fokus memberantas korupsi di Indonesia.
Akan tetapi, Irman Gusman juga mesti diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membela kepentingan hukumnya dalam semua tingkatan proses hukum, ujarnya.
Miko juga mengingatkan dugaan korupsi yang menimpa Irman Gusman tidak seharusnya dikait-kaitkan dengan etnis Minangkabau yang merupakan kampung Irman.
Sebaiknya etnis Minang tidak menyikapi kasus ini secara berlebihan dan mempercayakan penuntasannya sesuai dengan hukum yang berlaku, katanya.
Dia menambahkan orang Minang harus menegaskan diri sebagai etnik yang paling rasional menyikapi keadaan apapun.