Luhut dan Ahok Ditantang Umumkan Kajian Reklamasi Teluk Jakarta

Minggu, 18 September 2016 | 14:29 WIB
Luhut dan Ahok Ditantang Umumkan Kajian Reklamasi Teluk Jakarta
Nelayan segel pulau G hasil reklamasi
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi IV DPR Akmal Pasluddin menilai kebijakan pemerintah, khususnya Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan dan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, untuk melanjutkan kembali megaproyek reklamasi Teluk Jakarta dapat berakibat pada kerusakan lingkungan yang semakin parah.

Menurut Akmal hal itu semakin diperkuat dengan minimnya transparansi dari pemerintah untuk membuka dokumen hasil kajian sebagai basis akademik agar masyarakat dapat menilai layak atau tidaknya kebijakan yang pernah dibatalkan oleh mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli.

“Kami meminta kepada pemerintah, khususnya menko kemaritiman dan gubernur DKI, coba umumkan semua hasil kajian dari berbagai lembaga terkait kelayakan pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Pemerintah jangan konsumsi sendiri hasil kajian itu sehingga masyarakat dapat menilai kelayakan kajian reklamasi itu,” kata Akmal, Minggu (18/9/2016).

Akmal menambahkan moratorium reklamasi Teluk Jakarta yang telah diputuskan oleh DPR dan pemerintah, saat ini statusnya belum dicabut. Selain itu, hasil banding atas putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atas Pergub Tahun 2004 tentang izin pelaksanaan reklamasi di Pulau G, hingga kini masih proses hukumnya masih belum selesai.

“Itu semuanya dilabrak dan menunjukkan arogansi kekuasaan yang melecehkan hukum dan aturan kenegaraan,” kata alumnus Institut Pertanian Bogor.

Akmal menambahkan dengan adanya dua ketentuan hukum di atas mengakibatkan segala aturan mengenai reklamasi menjadi tidak dapat dijadikan dasar bagi Ahok untuk melanjutkan reklamasi. Menko Maritim, katanya, juga jangan terlalu tergesa-gesa memberikan jaminan proyek reklamasi ini tetap dilanjutkan.

Aturan-aturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Pasca Tambang, Permen-KP No. 17 Tahun 2003 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahkan keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Pantura Jakarta.

Oleh karena itu, kata Akmal, publik harus mencurigai adanya upaya untuk menutup hasil kajian yang menjadi dasar bagi tetap berjalannya reklamasi, yang diduga ada kepentingan pengusaha besar di negara ini.

“Pada senin, 18 April lalu, saya sebagai Anggota Komisi IV sudah menyampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan ketika Menko Maritim pada saat itu Rizal Ramli untuk mengumumkan penghentian sementara reklamasi. Saya meminta itu harus terarah pada moratorium permanen. Karena ke depannya akan ada upaya untuk melanjutkan reklamasi ini dengan berbagai upaya baik tekanan politik maupun tekanan ekonomi,” kata Ketua Kelompok Komisi IV Fraksi PKS.

Akmal menegaskan pada dasarnya setiap undang-undang yang mengatur persoalan reklamasi di Indonesia selalu bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan, yakni mengendalikan arus air laut yang mengakibatkan abrasi atau erosi pantai atau pembentukan pulau untuk konservasi perlindungan satwa dan tanaman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI