Suara.com - Dewan Perwakilan Daerah mendadak menjadi sorotan. Bukan karena pertikaian perebutan pimpinan seperti beberapa waktu lalu dan wacana penguatan peran dan fungsi DPD. Tapi karena operasi tangkap tangan KPK terhadap Ketua DPD Irmas Gusman atas dugaan tindak pidana korupsi.
"Tragis dan menyedihkan. Di tengah menguatnya tuntutan DPD memperluas kewenangannya mengingat selama ini DPD terkesan hanya ditempatkan sebagai aksesoris demokrasi, mencuat berita anggota DPD ditangkap KPK," kata Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Robikin Emhas, Minggu (18/9/2016).
OTT KPK terhadap Irman Gusman, menurut Robikin, memperkuat bukti bahwa korupsi yang merupakan extraordinary crime menjadi ancaman serius terhadap kesejahteraan rakyat.
Untuk itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mendukung penuh setiap langkah pemberantasan korupsi yang dilakukan pelbagai institusi penegak hukum, termasuk OTT yang dilakukan KPK saat ini.
"Terhadap korupsi dalam sekala besar yang menimbulkan destruksi sosial dan kemudharatan kemanusiaan dalam jangka yang sangat panjang, Muktamar Nahdlatul Ulama selain merekomensikan agar dilakukan pemiskinan menyeluruh terhadap pelakunya, juga dijatuhi hukuman mati setelah melalui proses peradilan yang transparan dan akuntabel," kata Robikin.
Sabtu (17/9/2016), penyidik KPK menangkap Irman bersama Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istri Xaveriandy: Memi, dan adik Xaveriandy: Willy Sutanto. Dari operasi tersebut, KPK mengamankan uang Rp100 juta. Saat disita, uang terebut masih dibungkus plastik warna putih.
Uang Rp100 juta diduga merupakan duit suap dari Xaveriandy untuk Irman terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog.
Saat ini, Irman, Xaveriandy, dan Memi telah ditetapkan menjadi tersangka.