Suara.com - Puluhan Forum Rukun Tetangga dan Rukun Warga seluruh Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat(16/9/2016) sore. Mereka menolak penerapan kewajiban pelaporan pekerjaan melalui aplikasi Qlue yang diterapkan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Yang pertama, secara anggaran dari Qlue ada tapi kita nggak pernah ada uang gaji, adanya uang operasional," ujar Mariam, Ketua RW 16, Penjaringan, Jakarta Utara di depan Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (16/9/2016).
Setelah adanya kewajiban ketua RT dan RW untuk memantau melalui aplikasi Qlue, membuat proses pencarian uang operasional ketua RT dan RW semakin lama. Dia juga menyoal dengan ketidaktransparannya iklan yang masuk di Qlue atau pada Jakarta Smart City oleh pemprov DKI.
"Dari proses lelang (Qlue) nggak ada kejelasannya, iklan yang beredar di Qlue nggak jelas, padahal setahu saya nggak boleh ada iklan selain (pemerintahan)," kata Mariam.
Selanjutnya, warga dikatakan Mariam menjadi sering melaporkan ke Qlue, salah satunya apabila menemukan sampah. Apabila tidak cepat sigap ketua RT dan RW langsung mendapat teguran.
Tidak hanya itu, mereka juga mempermasalahkan adanya instruksi tentang pengaduan lewat Qlue oleh ketua RT/RW yang tertuang dalam SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW di DKI.
Mariam mengatakan, apabila ketua RT dan RW tidak melapor dalam sehari, uang operasional mereka dipotong. Tiap bulan, ketua RT mendapat insentif sebesar Rp975.000, sedangkan ketua RW mendapat insentif sebesar Rp1,2 juta.
"Dengan adanya Qlue, kegiatan gotong royong berkurang bisa jadi ke depannya seluruh kearifan lokalnya bisa hilang, abis," katanya.