Suara.com - Edhar Matobato, veteran polisi Filipina membongkar kekejaman rezim Rodrigo Duterte saat masih menjabat sebagai Wali Kota Davao. Salah satunya adalah menembak mati staf pengadilan. Hal ini disampaikan kepada anggota senat Filipina.
Dalam keterangannya, Matobato bersama beberapa anggota kesatuan polisi bernama Charlie Mike yang sama dibantu mantan pemberontak komunis membunuh lebih dari seribu orang dalam kurun waktu 25 tahun di bawah komando Duterte.
Sisanya ada yang dibakar, dimutilasi dan dikubur di area tambang. Ada juga yang dibuang ke laut dan dijadikan makanan ikan dan buaya.
Tahun 1993, Matobato bersama skuad pembunuh lainnya sedang melaksanakan misi di Davao saat tiba-tiba pasukan mereka dihadang kendaraan milik Biro Penyelidikan dari Pengadilan Filipina. Konfrontasi berujung baku tembak, hingga akhirnya pasukan pengadilan kehabisan peluru.
"Mayor Duterte yang menghabisi Jamisola (nama salah satu penyidik pengadilan Filipina). Saat sampai di lokasi, dia mengosongkan peluru di senjata mesin Jamisola," ceritanya.
"Saya tidak pernah membunuh kecuali atas perintah dari Charlie Mike. Masyarakat Davao wakt5u itu dibantai seperti ayam, "
lanjutnya.
Keterangan Matobato berkaitan dengan penyelidikan dugaan pembunuhan dan pelanggaran hukum Duterte saat masih sebagai Wali Kota Davao. Seperti diketahui, selama 72 hari menjabat presiden Filipina, Duterte telah menghabisi 3.140 nyawa-sebagian besar bandar narkoba.
Komisi Hak Asasi Manusia yang juga anggota senat Leila de Lima mengatakan, Matobato menyerahkan diri tahun 2009 silam dan kini beradalam lindungan lembaga perlindungan saksi. (AFP)