Suara.com - LSM Lingkungan Hidup WALHI mengingatkan Presiden Joko Widodo menghormati keputusan hukum mengenai kasus reklamasi teluk Jakarta di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menjelaskan, Pemerintah Pusat telah gagal memahami bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik adalah hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara sebagaimana yang terdapat dalam Konstitusi.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan menyatakan melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta, khususnya reklamasi pulau G. Sementara Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memutuskan bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta (Pulau G) ditunda sampai berkekuatan hukum tetap. Dengan pertimbangan antara lain banyaknya perundang-undangan yang dilanggar, dan bahkan Majelis Hakim berpandangan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan berdampak kerugian bagi para nelayan sebagai penggugat.
“Apa yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sesungguhnya merupakan tamparan keras bagi Presiden Joko Widodo. Karena di berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk menegakkan hukum, namun justru pemerintah sendiri yang bukan hanya tidak mentaati hukum, tapi juga menodai supremasi hukum, dengan melawan perintah pengadilan secara terbuka. Untuk itu, WALHI ingatkan Presiden untuk menghormati hukum”, tegas Nur Hidayati dalam siaran persnya, Kamis (15/9/2016).
Menurut dia ini bisa menjadi preseden hukum yang buruk dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Luhut dinilai mempraktekkan model pembangunan yang dilakukan serampangan.
“Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat akan menjadi contoh bagi Pemerintah Daerah lain yang saat ini juga gencar mengkavling-kavling pesisir dan laut di berbagai daerah seperti reklamasi Teluk Benoa, reklamasi pesisir Makassar, reklamasi Teluk Palu, reklamasi Teluk Kendari, reklamasi di Manado, reklamasi Balikpapan, dan reklamasi di Maluku Utara. Juga akan memberi contoh bagi pemerintah daerah yang menyediakan kawasannya untuk diambil tanah dan pasirnya sebagai bahan material reklamasi, antara lain dari Banten, NTB, Jawa Timur dan Jawa Barat. Penghancuran kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil semakin mendapatkan legitimasi, karena diamini oleh Pemerintah Pusat,” papar dia.