Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan kelanjutan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang saat ini dalam masa moratorium dasarnya adalah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995, bukan izin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan.
"Reklamasi pulau ini nggak ada urusan dengan izin menko maritim. Ini izinnya jelas dari Keppres. Menko maritim hanya mengkoordinir supaya berjalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Secara khusus Ahok membicarakan kasus reklamasi Pulau G yang sebelumnya dibatalkan. Menurut dia, jika proyek Pulau G disoal, seharusnya proyek Pulau N milik PT. Pelindo II juga dipermasalahkan. Sebab, kata Ahok, Pulau N juga mengganggu jalur nelayan.
"Sekarang saya mau tanya, pulau N sudah jadi nggak New Tanjung Priok? Itu pulau N bagian dari Keppres 17 pulau. Kok nggak ada yang ribut pulau N? Itu dekat keramba nelayan di depan. Sekarang mereka (nelayan) harus mutar," ujar Ahok.
Ahok mengatakan pengembang Pulau G, PT. Muara Wisesa yang merupakan anak perusahaan PT. Agung Podomoro Land, sudah siap memenuhi semua ketentuan pemerintah, termasuk memberikan kontribusi tambahan. Kontribusi tambahan, di antaranya membangun rumah susun sederhana sewa untuk pemerintah Jakarta yang nanti akan diberikan kepada nelayan yang terkena dampak reklamasi.
"Kalau memang pemerintah hasil kajian lingkungan mesti diubah bentuk, perubahan saluran, pasti dia ikut," ujar Ahok.
"Sekarang pertanyaan saya, kamu kira pulau G belum dipotong? Sudah dipotong sejak zaman Pak Harto. Jadi pulau G, ada satu pulau juga dibuang Pulau E," Ahok menambahkan.
Semalam, Luhut mengatakan reklamasi Teluk Jakarta merupakan bagian dari proyek Giant Sea Wall. Proyek ini merupakan rangkaian dari megaproyek Pengembangan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara atau Tanggul Laut Raksasa.
Luhut menjelaskan proyek raksasa tersebut sudah dimulai sejak Menko Perekonomian dijabat Chairul Tanjung pada tahun 2014. Bukan baru terjadi pada pemerintahan Ahok.