Nur Alam Jadi Tersangka, Elektabilitas Bupati Bombana Merosot

Senin, 12 September 2016 | 22:02 WIB
Nur Alam Jadi Tersangka, Elektabilitas Bupati Bombana Merosot
Penyidik KPK melintasi depan foto Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam di depan ruang kerjanya, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (23/8) [ANTARA FOTO/Jojon]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sudah menjadi tersangka dalam kasus dugaan penerbitan izin usaha pertambangan sejak Tahun 2009-2014. Saat ini, KPK sedang mengusut kasus tersebut, untuk mendapatkan pihak lain yang terlibat didalamnya.

Kasus yang menjerat Politisi Partai Amanat Nasional itu ternyata tidak hanya berakibat pada dirinya. Karena ternyata, akibat ditetapkannya Nur Alam sebagai tersangka, elektabilitas Bupati Bombana,  H.Tafdil langsung merosot menjadi 29,3 persen. Kepercayaan masyarakat Bombana saat ini bahkan beralih kepada Wakil Bupatinya Masyhura Ilah Ladamay yang prosentasenya diatas Tafdil, 36,2 persen.

Diketahui, Nur Alam menerbitkan izin usaha pertambangan kepada PT. Anugrah Harisma Barakah yang bergerak pada pertambangan nikel di Kabupten Buton dan Bombana.

"Kalahnya elektabilitas  H.Tafdil dari wakilnya besar kemungkinan terkait rencana pemanggilan Tafdil oleh KPK juga terperiksanya Tafdil oleh Tipikor Polda Sultra terkait penerimaan gratifikasi Rp12 miliar dalam penerimaan CPNS K1 dan K2," kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Pemilu Indonesia, Khairul Affan melalui keterangan tertulisnya, Senin (12/9/2016).

Kata Khairul,  meningkatnya elektabilitas Ladamay karena sudah sangat dikenal oleh masyarakat Bombana sebagai Wakil Bupati Bombana yang mewakili kaum perempuan yang dianggap bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Selain Tafdil dan Ladamay, dalam survey untuk mengukur kekuatan Pilkada Tahun 2017 mendatang tersebut, ada juga Mantan Bupati Bombana, Atiekurahman yang hanya memperoleh elektabilitas dalam survey tersebut sebesar 5, 2 persen. Sementara, Karsa Jaru Munara sebsar  7,2 persen, Ahmad Mujahid 3,2 persen, Sahrun Gaus 2,3 persen, Andi Firman 2,2 persen, Burhanuddin 2,2 persen, Syafruddin 1,9 persen dan Abdul Jalil 1,8 persen. Namum, sebanyak  8,5 persen masyarakat Bombana belum menentukan pilihannya.

Selain mensurvei elektabilitas, LKPI juga mensurvei tingkat popularitas setiap figur yang digadang-gadang maju dalam Pilkada Sultra Tahun depan. Dan hasilnua, Tafdil mendapatkan suara 89,7 persen  dan Ladamay hanya 89,5 persen.

“Untuk tingkat Tingkat Akseptabilitas Masyhura Ilah Ladamay 40,2 persen dan   H. Tafdil,  32, 8 persen," katanya.

Sementara untuk tingkat kapabilitas,  Ladamay lebih tinggi yaitu mencapai 45,1 persen dibandingkan Tafdil, yang hanya mencapai 30,2 persen.

"Tingginya kapabilitas Masyhura Ilah Ladamay karena masyarakat menganggap Masyura lebih bisa mendekati masyarakat Bombana untuk berusaha memecahkan berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Bombana saat ini,” tegasnya.

Survei dilakukan pada  tanggal 18-27 Agustus 2016 di 22 kecamatan di  323 titik lokasi TPS - TPS yang pada waktu lalu digunakan untuk Pemilu Presiden tahun 2014.Pemotretan ini dilakukan melalui jajak pendapat kepada calon pemilih di lokasi tersebut, dengan jumlah responden sebanyak 1.212 penduduk Kabupaten Bombana yang memiliki hak pilih dari jumlah DPT sebesar 107.444 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat Pemilu Presiden tahun 2014 lalu.

Survei ini mengunakan metode multi stage random sampling dengan tingkat kepercayaan 95 persen serta tingkat Margin of Error +/- 2,8 persen.

Diketahui,KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka pada Selasa (23/8/2016) lalu. Politikus Partai Amanat Nasional ini diduga menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan sejumlah surat keputusan (SK) Izin Usaha Pertambangan.

Dokumen bermasalah itu, di antaranya, SK persetujuan pencadangan wilayah pertambangan eksplorasi, SK persetujuan IUP eksplorasi, dan SK persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi buat PT Anugerah Harisma Barakah sejak 2009-2014. Perusahaan itu diketahui bergerak dalam penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Nur Alam pun kena jerat hukum. Dia disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI