Peredaran obat tidak layak konsumsi, akhir-akhir ini semakin marak. Tercatat, pada 1 September 2016, Polda Metro Jaya menggerebek tempat penyimpanan berbagai merk obat kadaluwarsa di Jalan Kayu Manis, Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur.
Setelah itu, keesokan harinya, pada tanggal 2 September 2016, tim gabungan dari Bareskrim dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, menemukan lima gudang produksi dan distribusi besar obat ilegal di Kompleks Pergudangan Surya Balaraja, Balaraja, Banten.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Amelia Anggraini mengaku merasa miris dengan kasus tersebut. Menurut dia, sasaran dari berbagai jenis obat kadaluwarsa dan palsu itu adalah masyarakat bawah.
Amel meminta Kementerian Kesehatan untuk menggalang gerakan waspada obat palsu dan ilegal secara masif dan menyasar langsung kepada masyarakat.
"Kemenkes perlu lakukan audit investigasi secara menyeluruh terkait dengan pengadaan pada sumber farmasi yang ada," kata Amel di DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Selain itu, menurut Amel hal yang paling penting adalah perlu adanya perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2006 Tentang Kesehatan. Sebab dalam UU tersebut para pelaku pemalsuaa hanya diancam pidana 15 tahun penjara serta denda Rp1 miliar. Padahal, tindakan pemalsuan obat termasuk sebuah kejahatan yang luar biasa tersebut.
"Saya berpandangan perlu direvisi UU No 36 tahun 2006 ini," ujar Amel.
Menurut Amel, revisi sangat beralasan, karena tidak menutup kemungkinan peredaran obat-obat palsu, illegal dan kadaluwarsa ini akan menyasar ke fasilitas-fasilitas kesehatan resmi.
"Harus direvisi, supaya para pelaku punya rasa takut, atau setidaknya berhenti melakukan aksi kejahatannya. Kasian masyarakat ini. Ini soal kesehatan, taruhannya nyawa," kata Amel.