Suara.com - Hakim anggota Binsar Gultom bertanya kepada saksi ahli patologi forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Djaja Surya Atmadja, mengenai apakah autopsi terhadap jenazah Wayan Mirna Salihin masih bisa menentukan sebab kematian jika usia jenazah sudah lama.
Djaja mengatakan autopsi jarang dilakukan terhadap jenazah yang sudah dikubur terlalu lama. Pasalnya, kata Djaja, kadar sianidanya bakal mengalami fluktuatif pascakematian.
"Autopsi ulang ada patokannya pak, sekian lama dikubur pasti tidak efektif, karena bisa meningkat dan turun kadarnya," kata Djaja ketika dihadirkan sebagai saksi ahli untuk terdakwa Jessica Kumala Wongso dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016) malam.
Dokter Universitas Indonesia mengatakan autopsi tidak akan efektif bila jenazahnya sudah terlalu lama dikubur. Tanah, katanya, juga memiliki kandungan sianida sehingga nanti bisa membingungkan tim forensik yang memeriksa jenazah.
"Di tanah itu ada sianida, itu malah bingung," kata dia.
Djaja mengatakan proses autopsi juga sulit dilakukan ketika tubuh jenazah sudah hancur. Proses pengawetan jenazah Mirna dengan menggunakan formalin, katanya, tak bertahan lama.
"Jaringannya sudah busuk, pengawet hanya tahan beberapa hari. Kalau menurut saya walaupun bisa dilakukan tapi efektivitasnya kurang," kata dia.
Tetapi, kata dia, proses autopsi merupakan acuan penting untuk memastikan sebab kematian Mirna. Pemeriksaan luar yang dilakukan forensik terhadap jenazah melalui pengambilan sampel lambung, kata Djaja, belum cukup untuk bisa memastikan apakah dia keracunan sianida.
"Ilmu forensik tidak mengajari kami untuk menyimpulkan (peristiwa keracunan sianida) dari situ (pengambilan sampel). Karena tidak (bisa) di cari ke mana (sianidanya), penyakitnya juga di organ mana tetap tidak diperiksa," kata Djaja.