Panitera PN Jakpus Didakwa Terima Uang Presiden Komisaris Lippo

Rabu, 07 September 2016 | 20:18 WIB
Panitera PN Jakpus Didakwa Terima Uang Presiden Komisaris Lippo
Terdakwa Edy Nasution di gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (7/9 /2016). [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution menerima uang suap dari Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro. Dalam memuluskan dua perkara yang dihadapi Lippo Group di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy bersama Wresti Kristian Hesti, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto dan Doddy Ariyanto Supeno memberikan uang senilai Rp150 juta.

Ketua JPU Fitroh Rochcahyanto dalam sidang pembacaan dakwaan untuk terdakwa Doddy menyebutkan pemberian uang tersebut bertujuan agar Edy menunda proses pelaksanaan "peringatan terhadap tergugat, agar melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap" terhadap PT. Metropolitan Tirta Perdana dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT. Across Asia Limited, meski telah lewat batas waktu.

Doddy adalah pegawai PT. Artha Pratama Anugerah, sedangkan Eddy Sindoro adalah Presiden Komisaris Lippo Group, Ervan Adi Nugroho merupakan Presiden Direktur PT. Paramount Enterprise International, Wresti Kristian Hesti adalah bagian legal PT. Artha Pratama Anugerah, dan Hery Soegiarto merupakan Direktur PT. Metropolitan Tirta Perdana.

"Terdakwa adalah pegawai PT. Artha Pratama Anugerah yang merupakan anak perusahaan dari Lippo Group dengan Presiden Komisaris Eddy Sindoro. Selain itu Lippo Group juga punya anak perusahaan PT. MTP dengan direktur Hery Soegiarto dan PT. Paramout Enterprise International dengan Presiden Direktur Ervan Adi Nugroho," kata jaksa Fitroh di gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran,Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016).

Karena Lippo menghadapi sejumlah perkara, Eddy mengangkat Wresti untuk melakukan pendekatan dengan pihak-pihak terkait perkara, sedangkan Doddy mendapat tugas melakukan penyerahan dokumen maupun uang.

Perkara yang dihadapi Lippo Group di PN Jakpus adalah perkara niaga antara MTP dengan Kwang Yang Motor Co.LtD (PT Kymco) dan perkara antara PT. AAL dengan PT. First Media.

Pertama, terkait penundaan aanmaning perkara niaga antara MTP melawan Kymco, jaksa mengatakan bahwa berdasarkan putusan Singapore International Arbitration Center pada tanggal 1 Juli 2013, MTP melakukan wanprestasi dan wajib membayar ganti rugi kepada Kymco senilai 11,1 juta dollar Amerika Serikat.

Namun, MTP belum melakukan kewajiban sehingga Kymco pada 24 Desember 2013 mendaftarkan gugatan ke PN Jakpus agar segera dieksekusi.

Atas pendaftaran tersebut, PN Jakpus menyatakan putusan SIAC dapat dieksekusi di Indonesia. Namun, MTP tidak hadir saat dipanggil PN Jakpus pada tanggal 1 September 2015 sehingga dipanggil ulang pada 22 Desember 2015.

"Mengetahui adanya pemanggilan aanmaning, Eddy memerintahkan Wresti untuk mengupayakan penundaan aanmaning. Wresti pun pada 14 Desember menemui Edy Nasution pada 14 Desember 2015 dan meminta penundaan. Atas permintaan itu Edy Nasution menyetujui menunda proses sampai Januari 2016 dengan imbalan sebesar Rp100 juta," kata Fitroh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI