Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi, terkait uji materi Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Pilkada Nomor 10 tahun 2016 soal aturan calon petahana mengajukan cuti pada saat kampanye.
"Makanya kita minta ke MK. Yang bisa mutusin konstitusi kan MK. Secara hukum ya. Kalau secara politik, saya pendekatan ke Mendagri, pendekatan ke DPR. Kalau politik kan tertutup," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Menurutnya, setelah mengajukan uji materi terkait UU Pilkada ke MK, masyarakat bisa melihat alasan kenapa dirinya meminta MK menafsirkan kembali aturan tersebut.
"Misalnya, MK mengatakan tetap berlaku atau ditunda, saya harus mengajukan cuti. Disitu yang saya katakan UU memaksa kita," ujar Ahok.
"Saya nggak bisa menafsirkan. Mesti konstitusi dong, Hakim Konstitusi yang menafsirkan," tambahnya.
Menurut dia, cuti kampanye bagi calon petahana bisa saja tidak dilakukan apabila kepala daerah yang ingin mengikuti Pilkada menolak mengajukan cuti.
"Artinya apa? Itu cuti bisa terjadi nggak kalau saya tidak mengajukan? Nggak bisa lho. Berarti cuti itu bukan kewajiban. Harus saya yang mengajukan," terang Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur itu menganggap lucu dengan aturan yang tertuang dalam UU Pilkada. Aturan tersebut dibuat oleh DPR bersama dengan Pemerintah.
"Dia sadar, cuti itu kalau saya nggak mengajukan nggak bisa cuti nih. Jadi Mendagri nggak bisa mencutikan saya. Saya yang harus mengajukan sendiri. Karena itulah, UU yang dibikin mereka," kata Ahok.
"Nah dibikin aturan nih, saya dipaksa harus ngajuin. Kalau kamu nggak mau ngajuin cuti maka kamu didiskualifikasi, nggak bisa ikut Pilkada. Itu yang menurut saya tidak fair," pungkasnya.