Suara.com - Saksi ahli patologi forensik dari Unversitas Queensland, Brisbane, Australia, Beng Beng Ong, menjelaskan beberapa kasus kematian di dunia akibat racun sianida.
Pertama, kasus kematian seorang perempuan meninggal setelah menelan satu sendok sianida. Korban langsung kejang-kejang, sebelum akhirnya meregang nyawa.
"Kemudian, dia menjadi kejang-kejang dan meninggal dunia kira-kira dua jam," kata saksi ahli yang dihadirkan pengacara terdakwa kasus pembunuhan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (5/9/2016).
Kasus kedua, kematian yang dialami seorang tukang emas. Dari pemeriksaan autopsi, kata Beng , terdapat sianida di dalam darah korban sebesar 80,9 miligram perliter, empedu 20,1 miligram perliter, dan lambung sebesar 1,26 gram perliter. Sianida ditemukan tiga hari setelah korban meninggal.
Berangkat dari dua kasus itu, Beng meragukan jika Mirna tewas karena racun sianida. Pasalnya, jika Mirna meninggal usai meminum es kopi Vietnam yang dicampur sianida, kadar sianida yang ditemukan dalam tubuh harusnya lebih dari 0,2 miligram perliter. Racun itu ditemukan dalam lambung Mirna, menurut forensik polisi.
"Apabila seseorang meninggal karena sianida, terutama masuk lewat mulut, maka akan mengakibatkan tingkat sianida yang dijumpai pada lambung biasanya sangat tinggi dan bisa mencapai lebih dari 1.000 miligram per liter," kata Beng.
Dia juga menyinggung hasil pemeriksaan sampel setelah Mirna dinyatakan meninggal dunia. Dari pemeriksaan tersebut, katanya, tak ditemukan adanya sianida pada empedu, hati, dan urine Mirna.
"Di empedu dan hati tidak dideteksi adanya sianida. Air seni juga negatif. Yang juga mengejutkan adalah barang bukti 4 yang menjelaskan tentang cairan lambung yang diambil segera setelah korban meninggal dunia. Hasilnya negatif," katanya.