Di MK, Arteria Kebingungan Soal Kerugian Ahok Jika Cuti Kampanye

Senin, 05 September 2016 | 18:06 WIB
Di MK, Arteria Kebingungan Soal Kerugian Ahok Jika Cuti Kampanye
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arteria Dahlan menilai uji materi Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 terkait kewajiban cuti kampanye bagi calon petahana yang diajukan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak jelas, khususnya mengenai kerugian yang dialami Ahok dengan adanya ketentuan tersebut. Bagian kerugian yang dialami penggugat merupakan bagian terpenting dalam kasus ini.

"Kemudian kerugian konstitusionalnya tidak jelas, halamannya memang tebal, tapi saya bingung yang mulia kerugiannya dimana?" ujar Arteria dalam persidangan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (5/9/2016).

Arteria menilai Ahok tidak rugi dengan ketentuan calon petahana wajib cuti.

"Pemohon masih punya hak dan kita nggak kurangin sedikitpun sebagai hak gubernur DKI Jakarta sampai masa jabatannya berakhir. Pemerintahan masih dipegang oleh pemohon (Ahok)," katanya.

"Kita katakan incumbent wajib hukumnya untuk cuti. Karena MK kemarin mengatakan petahana boleh maju. Kita pastikan betul petahana bermasalah punya potensi daya rusak bagi kejahatan demokrasi fakta di ruang sidang ini," Arteria menambahkan.

Arteria juga menyinggung pernyataan Ahok yang menyebutkan cuti kampenya seharusnya hak calon petahana, bukan kewajiban.

"Mengenai masalah hak pemohon menjabat melaksanakan tugas bukan hak, itu adalah kewajiban kepala daerah. Itu adalah kewajiban kepala daerah bedakan hak dengan kewajiban," kata dia.

Apabila calon petahana cuti, kata Arteria, jalannya pemerintahan tetap bisa dipegang oleh wakil gubernur. Apabila wakil gubernur ikut pilkada, pemerintah bisa dikendalikan sekretaris daerah. Bila ketiganya maju, bisa digantikan oleh penanggung jawab.

"Apa salahnya dengan aturan yang dibuat. Kemudian berikutnya kami juga mengatakan cuti bukan hak. Bedakan cuti pegawai dengan cuti pejabat. Kecuali yang bersangkutan mau disamakan dengan pegawai," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI