Teresa dari Kalkuta, Pembela Si Miskin yang Kontroversial

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 05 September 2016 | 08:12 WIB
Teresa dari Kalkuta, Pembela Si Miskin yang Kontroversial
Paus Fransiskus menyapa umat Katolik di Vatikan seusai menggelar misa kanonisasi penobatan Teresa dari Kalkuta sebagai santa pada Minggu (4/9) [AFP/Andreas Solaro].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bagi mereka yang mencintainya, Bunda Teresa dari Kalkuta yang dinobatkan sebagai santa (orang kudus) pada Minggu (4/9/2016) adalah penolong yang dikirim Tuhan.

Biarawati yang lahir di sebuah kota kecil di era Ottoman dan menghabiskan hampir 40 tahun sisa hidupnya di kawasan paling kumuh di Kalkuta, India sudah hidup sebagai panutan di hati banyak orang di dunia.

Teresa, yang pada 1979 menerima Nobel Perdamaian karena karyanya membantu orang-orang miskin yang sekarat di Kalkuta, disebut sebagai simbol kemanusiaan dan penolong orang-orang paling miskin di antara yang miskin.

"Orang India memang harus berbangga bahwa Bunda Teresa dikanonisai (sebagai santa)," kata Perdana Menteri India, Narendra Modi awal pekan ini.

Ketika ia wafat pada 1997, Ratu Elizabeth II dari Inggris mengatakan bahwa Teresa "akan terus hidup dalam hati semua orang yang merasakan sentuhan kasihnya." Teresa juga dinobatkan sebagai warga kehormatan Amerika Serikat oleh Presiden Bill Clinton pada 1996.

Tetapi selain pemuja, Teresa yang mendirikan Ordo Misionaris Cinta Kasih itu juga banyak dikritik. Germaine Greer, aktivis feminis asal Australia, menuding Teresa sebagai "imperialis agama" yang "memangsa" orang-orang paling lemah untuk diajak menjadi orang Katolik.

Kritikusnya yang paling tajam adalah Christopher Hitchens, penulis dan aktivis asal Inggris yang mencap Teresa sebagai "seorang fanatik, fundamentalis, dan penipu."

Mukjizat palsu?
Kanonisasi Teresa sebagai santa di Vatikan pada Minggu sendiri tak lepas dari perdebatan. Proses penobatannya sebagai orang kudus dalam Gereja Katolik disebut yang paling cepat dalam sejarah.

Sebelum dikanonisasi sebagai santa, ia dinobatkan sebagai beata (orang yang berbahagia) - gelar satu tingkat di bawah santa - oleh Paus Yohanes Paulus II pada 2003. Mendiang Yohanes Paulus II dikenal sebagai sahabat Teresa dari Kalkuta.

Vatikan punya cara sendiri untuk menentukan apakah seseorang layak dikanonisasi sebagai santa atau (santo bagi lelaki). Dibutuhkan setidaknya dua buah mukjizat yang bisa diverifikasi keasliannya sebelum tokoh tersebut dinyatakan sebagai orang kudus.

Dalam kasus Teresa, mukjizat pertama yang terkait dengan dirinya dialami oleh Monica Besra, seorang perempuan di India. Mukjizat yang dialami oleh Besra telah diperiksa dan diakui kebenarannya oleh Gereja Katolik pada 2002.

Besra mengakui mengidap kanker ovarium dan berkat doanya melalui perantaraan Teresa, ia secara ajaib sembuh.

"Saya minum obat dari dokter, tapi kemudian muntah, dan sangat kesakitan. Saya lalu berdoa dengan sungguh kepada Bunda Teresa, ia memberkati saya, dan kini saya sehat," kata Besra, "Saya dan seisi desa sangat bahagia dia dinobatkan sebagai santa."

Tetapi mukjizat itu disangsikan oleh para pengkritik. Para dokter di India mengatakan bahwa Besra sembuh karena obat-obatan, bukan karena doa. Menurut mereka Besra tak mengidap kanker, tetapi hanya memiliki kista akibat penyakit TBC.

"Organisasi kami tak percaya pada bentuk mukjizat apa pun," kata Prabir Ghosh, Sekretaris Jenderal Asosiasi Sains dan Rasionalis India.

Ghosh mengaku pernah merekam pernyataan suami Besra pada 2003, yang isinya mengatakan bahwa istrinya disembuhkan oleh obat-obatan, bukan oleh doa kepada Teresa.

Sementara dalam wawancara dengan Majalah Time pada 2002, suami Besra juga menyangkal klaim Vatikan.

"Istri saya disembuhkan oleh dokter, bukan oleh mukjizat," kata dia.

Akan tetapi ketika ditemui kembali oleh CNN pekan ini, ia membantah pernah menyangkal mukjizat Bunda Teresa dan membantah pernah memberi pernyataan pada Time.

Laporan keuangan tidak transparan
Sementara bagi kritikus yang lain, layanan Teresa dari Kalkuta tak sehebat yang dibicarakan. Hemley Gonzales, salah satu bekas sukarelawan yang pernah bekerja dengan para suster Misionaris Cinta kasih di Kalkuta, mengatakan bahwa kondisi fasilitas perawatan milik para suster itu sangat mengerikan.

Gonzales, yang tak pernah berjumpa dengan Teresa, menghabiskan dua bulan pada 2008 di Nirmal Hriday, rumah pelayanan Ordo Misinaris Cinta Kasih di Kalighat, Kalkuta. Di sana Teresa pada masa hidupnya berkarya.

Gonzales, seorang pebisnis properti dari Miami, AS, mengatakan rumah dan fasilitas medis di sana sangat jorok. Tak ada seorang pun di rumah itu yang memiliki keterampilan di dunia medis atau dilatih untuk merawat orang sakit.

Ia mengklaim para suster sering menggunakan jarum suntik bekas. Tak hanya itu dia juga menyaksikan pakaian para pasien, yang sering penuh dengan tinja, hanya dicuci dengan tangan menggunakan air keran. Di tempat yang sama juga dicuci peralatan memasak.

Ia juga mengeluhkan tidak adanya dokter atau tenaga medis terlatih di rumah itu.

"Mirip dengan kondisi di kamp konsenstrasi Perang Dunia II," kenang Gonzales.

Tetapi tudingan Gonzales ditepis oleh Chhanda Chakraborti, sukarelawan lain yang pernah bekerja selama 25 tahun bersama sebuah komunitas lokal untuk membantu Teresa di Nirmal Hriday.

"Semua klaim itu omong kosong. Jika Anda pernah ke Kalighat, orang-orang di sana dibawa dalam kondisi sekarat. Sebagian dari mereka berhasil pulih," kata Chakraborti,

Sementara menurut Sunita Kumar, yang mengaku pernah bersahabat dekat dengan Teresa, mengatakan apa yang disediakan Nirmal Hriday adalah layanan dasar untuk orang-orang yang sangat miskin.

"Dia (Teresa) memang tidak membangun rumah sakit bintang lima atau sejenisnya," tegas Kumar.

Tetapi alasan itu tak mudah ditelan oleh para kritik. Menurut mereka dengan sumbangan jutaan dolar dari seluruh dunia, seharusnya ordo itu bisa membangun rumah sakit, sekolah, dan meningkatkan fasilitas mereka.

Menurut penelusuran CNN, Ordo Misionaris Cinta Kasih memang tak punya laporan keuangan yang transparan. Permintaan wawancara dengan pemimpin ordo juga ditolak.

"Donasi memang ada," kata Suster Joan of Arc, pemimpin sebuah penampungan anak-anak milik ordo itu di Kalkuta,"Kami bisa memberi makan setiap orang yang lapar setiap hari. Itulah mukjizat cinta."

Kristenisasi?
Teresa, sebagai ulama sebuah agama dakwah seperti Katolik, juga tak lepas dari tudingan "agen penyebar agama". Apa lagi jika mengingat dia berdakwah di India, sebuah negara mayoritas Hindu.

Para politikus nasionalis Hindu di India sering menuding Teresa berusaha menyebarkan agama Katolik di India dan menyasar orang-orang Hindu untuk dipermandikan sebagai Katolik.

"Karya Bunda Teresa punya motif tersembunyi, yakni untuk mengubah agama orang lain... Atas nama pelayanan, ia mengubah agama orang," tuding Mohan Bhagwa, pemimpin Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) pada 2015 silam.

RSS sendiri diyakini sebagai organisasi nasionalis Hindu India yang punya hubungan erat dengan partai pengusung Modi, Bharatiya Janata Party.

Di masa hidupnya Teresa sendiri menunjukkan diri sebagai seorang Katolik yang ketat memegang dogma. Ia menolak praktik aborsi dan program keluarga berencana. Dalam sebuah pidato usai menerima Nobel Perdamaian di 1979, ia mengatakan bahwa "perusak perdamaian terbesar di dunia adalah aborsi."

Tetapi tudingan soal Kristenisasi itu dibantah oleh para pendukung Teresa.

"Dia melayani semua orang dengan semangat yang sama, tanpa melihat apakah orang itu seorang Muslim, Hindu, atau Sikh," kata Kumar yang juga seorang Hindu.

"Saya sering berdoa bersama dia. Ia sering bilang, 'Sunita, mari bersama ke kapela dan duduklah sesuai dengan kebiasaan kamu dan saya akan duduk sesuai dengan kebiasaan saya, lalu kita berdoa'," kenang Kumar.

Pribadi yang misterius
Teresa yang wafat pada 4 September 1997, mengabdikan hampir 40 tahun dari sisa hidupnya untuk melayani orang-orang melarat dan pengidap kusta di Kalkuta, India. Ia mendirikan Ordo Misionaris Cinta Kasih yang kini telah berkarya di hampir seluruh dunia.

Ia lahir pada 1910 di Skopje, sebuah kota yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Ottoman dan kini telah menjadi ibu kota Makedonia. Kedua orang tuanya, yang berdarah Albania, memberinya nama Anjezë Gonxhe Bojaxhiu.

Ia tiba di India pada 1929 dan pada 1930an mulai berkarya di Kalkuta hingga ia wafat. Menurut pengakuan para sahabatnya, ia adalah pribadi penyayang, yang juga misterius.

Dalam surat-surat pribadinya yang diterbitkan setelah dia wafat, terungkap bahwa selama hidupnya Teresa juga pernah meragukan iman Katolik yang menjadi pendorong karya-karya kemanusiaanya.

"Banyak kontradiksi dalam jiwa saya," tulis dia dalam sebuah surat pada tahun 1957 kepada Uskup Kalkuta, India, "Surga tak bermakna apa pun bagi saya. Surga sepertinya sebuah tempat kosong."

Dua tahun kemudian, dalam sebuah surat kepada rekannya seorang romo ia menulis, "Jika saya dinobatkan sebagai seorang santa, saya pasti akan menjadi santa kegelapan; Saya akan sering minggat dari surga untuk membawa terang bagi mereka yang hidup dalam kegelapan di Bumi." (CNN/AFP/Firstpost)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI