Gugatan Pasal Perkosaan Rugikan Perempuan

Jum'at, 02 September 2016 | 22:12 WIB
Gugatan Pasal Perkosaan Rugikan Perempuan
Ilustrasi ajakan untuk menghentikan pemerkosaan (Shutterstok).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan perubahan pasal 285 KUHP. Perubahan pasal itu diminta Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Euis Sunarti ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Menurut Komnas Perempuan itu akan merugikan perempuan Indonesia.

"Perkosaan adalah tindakan dari relasi kuasa berbasis gender yang timpang. Meniadakan penyebutan eksplisit 'perempuan' dalam pasal perkosaan secara langsung mencerminkan pengabaian terhadap kerentanan perempuan pada tindak perkosaan, menciptakan ketidakpastian serta melemahkan jaminan perlindungan hukum pada korban," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana di Jakarta, Jumat (2/9/2016).

Dalam pemohonannya, Euis ingin menghilangkan kata "seorang wanita" dari pasal 285 KUHP yang sejatinya berbunyi ‘barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun’.

Azriana memahami keinginan pemohon peninjauan pasal 285 KUHP yang menganggap pemerkosaan pun dapat terjadi pada laki-laki.

Namun, contoh yang dikemukakan pihak pemohon yaitu kejadian pemerkosaan lelaki di Zimbabwe untuk diambil spermanya, dianggap tidak relevan oleh Komnas Perempuan.

Sebab, kejadian tersebut tidak terjadi di Indonesia dan setelah ditelusuri berlatar belakang upacara adat tertentu.

"Di Indonesia memang ada pemaksaan hubungan dan penyiksaan seksual terhadap lelaki yang merupakan pria dengan orientasi seksual tertentu yang tidak diterima oleh masyarakat pada umumnya. Kenyataannya di Indonesia korban perkosaan pada umumnya adalah perempuan dan anak-anak," kata Azriana.

Oleh karena itu, alih-alih mengubah pasal 285 KUHP, Komnas Perempuan mendesak agar segera ada peraturan yang tidak lagi sekadar pemidanaan, melainkan juga terobosan tentang perlindungan korban, penanganan dan pencegahan tindak pidana perkosaan.

Lembaga yang berdiri pada 15 Oktober 1998 ini pun mendorong DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI