Suara.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sudah memvonis dua pejabat PT. Brantas Abipraya (Persero) Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno. Sudi divonis tiga tahun penjara dan Dandung dihukum 2,5 tahun penjara.
Namun, dalam memutuskan perkara dugaan percobaan suap terhadap petinggi Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tersebut terdapat perbedaan pendapat di antara hakim.
Dari lima hakim, dua orang di antaranya tidak sepakat dengan putusan yang mengatakan kedua terdakwa melakukan tindakan suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu. Kedua terdakwa dinilai baru mencoba menyuap sehingga belum bisa dinyatakan terbukti bersalah melakukan suap.
"Dalam pertemuan antara Marudut, Sudung, dan Tomo tidak terdapat kesepakatan meeting of mind mengenai akan dilakukannya pemberian dengan maksud agar menghentikan penyelidikan. Menimbang bahwa niat suap melalui Marudut berawal dari inisiatif dan persepsi Marudut," kata anggota Majelis Hakim Edi Supriyono di gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (2/9/2016).
Dengan demikian, menurut Edi, belum bisa dikatakan ada perbuatan memberi dan menerima dari Marudut kepada Sudung dan Tomo. Dari kacamata Edi, perbuatan Marudut disebut permulaan pelaksanaan.
"Demikan pula terdakwa dua (Dandung) yang menyerahkan uang ke Marudut untuk disampaikan pada Sudung dan Tomo merupakan perbuatan permulaan pelaksanaan. Maka unsur pidana sebagaimana Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 53 dan Pasal 55 ayat 1 KUHP tidak terbukti," kata Edi.
Hal sama juga diutarakan anggota majelis hakim Casmaya. Dia berpandangan itu bukan kehendak Sudi dan Dandung. Sebab, sebelum transaksi suap terjadi, Marudut sudah lebih dulu ditangkap petugas KPK.
Tapi, Casmaya mengakui niat menyuap melalui Marudut sudah ada, akan tetapi perbuatan penyuapan belum selesai. Tidak selesainya perbuatan itu bukan keinginan Sudi dan Dandung.
"Menimbang bahwa tidak terlaksananya perbuatan itu bukan atas kehendak sendiri. Sudi dan Dandung berperan menyediakan uang, Marudut perantara, Sudung dan Tomo sebagai penyelenggara negara. Niat yang sama para terdakwa sudah ada. Niat meminta bantuan Kepala Kejati dan Aspidsus untuk menghentikan penyidikan sudah ada. Perbuatan permulaan pelaksanaan niat menyuap kepada Kepala Kejati dan Aspidsus sudah ada, dengan diserahkannya uang dari Dandung pada Marudut," katanya.
"Tapi perbuatan itu tidak selesai penyerahan uang kepada Kepala Kejati dan Aspidsus bukan keinginan terdakwa tapi karena Marudut ditangkap. Sehingga menurut kami sependapat, unsur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 53 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tidak terbukti," kata Casmaya.
Dalam menjatuhkan vonis, tiga Majelis hakim menilai Sudi dan Dandung terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.