Suara.com - Pemilik PT Billy Indonesia, Emi Sukiati Lasimon, kembali digarap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam. Ini merupakan penjadwalan kedua bagi Emi untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini, terkait penerbitan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan oleh Nur Alam kepada PT Anugrah Harisma Barakah di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra.
"Yang bersangkutan hari ini masih diperiksa sebagai saksi untuk dimintai keterangannya bagi tersangka NA," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (1/9/2016).
Diperiksanya Emi oleh KPK lantaran diduga kuat mengetahui banyak permasalahan SK IUP yang dikeluarkan oleh Nur Alam selaku Gubernur Sultra. Nama Emi sendiri kini tercatat di Ditjen Imigrasi Kemenkumham sebagai orang yang dicegah bepergian ke luar negeri terkait kasus ini.
Diketahui, PT Billy Indonesia merupakan perusahaan tambang nikel yang melakukan penambangan di Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Selatan, Sultra. Daerah itu diketahui sebagai tempat di mana PT AHB juga melakukan kegiatan penambangan nikel.
Hasil tambang nikel PT Billy Indonesia tersebut diketahui sering dibeli oleh Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hongkong. Perusahaan yang bergerak di bisnis tambang tersebut kemudian diduga mengirim uang sebesar 4,5 juta dolar AS atau sekitar Rp60 miliar kepada Nur Alam selaku Gubernur Sultra.
KPK telah resmi menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dalam kasus ini. Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.
Nur Alam selaku Gubernur Sultra dari tahun 2009 sampai 2014 mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Masing-masing yakni SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi. Diduga ada "kickback" atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut.
PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.