Suara.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arteria Dahlan menilai pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhir-akhir ini sebagai bentuk kepanikan menjelang pilkada Jakarta.
"Saya melihat belakangan ini, Ahok ini terkesan panik, serudak-seruduk (asal-asalan), pergerakannya mulai tanpa pola," kata Arteria di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Pernyataan Arteria terkait dengan Ide yang dilontarkan Ahok agar gubernur Jakarta dipilih secara langsung oleh Presiden.
"Ide terakhir ini yang memperlihatkan Ahok ini pemimpin oportunis," ujar Arteria.
Arteria menilai Ahok merasa sangat percaya diri ketika masih maju lewat jalur independen dengan dukungan Teman Ahok. Menurut Arteria rasa percaya diri Ahok perlahan melemah setelah tak jadi maju lewat jalur non partai.
"Waktu masih PD (percaya diri) didukung jalur perseorangan. Dia ciptakan Teman Ahok untuk lakukan depolitisasi dan deparpolisasi, akhirnya gagal karena satu juta KTP, sudah dibuktikan gagal," ujar Arteria.
Setelah batal lewat jalur independen, katanya, Ahok memilih maju lewat jalur partai politik. Menurut Arteria, manuver tidak etis.
"Lalu tanpa etika dan moral langsung pindah ke jalur Parpol, sekaligus nyalahin pendukungnya dengan ngomong yang dukung pakai KTP ini mau dukung atau mau Ahok jadi gubernur," kata Arteria.
Arteria menyebut sikap oportunis Ahok tidak sampai di situ saja.
"Udah cukup lewat parpol, tapi katanya nggak butuh PDI Perjuangan, ternyata kan masih nggak percaya diri, masih nunggu PDI Perjuangan. Kasihan kan koalisi tiga parpol itu kesannya nggak dianggap banget tuh sama Ahok," tutur Arteria.
"Saya nggak kepikir nanti kalau salah satu dari mereka tersinggung dan tarik dukungan, sedangkan di PDI Perjuangan nggak dapat, kan berabe," Arteria menambahkan.
Ide Ahok muncul sejak dia menjabat pelaksana tugas gubernur Jakarta untuk menggantikan Jokowi pada 2014.
Ketika itu dia mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu usulannya ialah gubernur dan wakil gubernur Jakarta tidak lagi dipilih oleh masyarakat, melainkan oleh Presiden dan berkedudukan setingkat menteri.
"Sebagai Ibu Kota harus dibuat khusus dari kota lainnya. Lebih khusus lagi, gubernur dan wagub DKI tidak dipilih rakyat, dipilih Presiden saja. Biar nggak ada yang berantem-berantem lagi," kata Ahok ketika itu.