Suara.com - Koalisi Pilkada Bersih menolak wacana dari Komisi II DPR untuk mengizinkan terpidana percobaan ikut menjadi calon kepala daerah di pilkada serentak tahun 2017. Ada sejumlah alasan yang disampaikan oleh koalisi, di antaranya karena hal itu bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
"Terpidana yang sedang dalam masa percobaan tidak memenuhi syarat formal sebagai calon kepala daerah sebagaimana ketentuan PKPU Nomor 5 Tahun 2016 tentang pencalonan," kata Ketua Kode Inisiatif dan Lembaga Studi Pers dan Pembangunan Veri Junaidi di Sekretariat ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2016).
Veri menambahkan dalam PKPU Nomor 5 Pasal 4 Ayat 1 huruf (f) menyatakan orang yang berstatus sebagai terpidana maka yang yang bersangkutan secara otomatis tidak berkelakuan baik. Oleh karena itu, orang tersebut tidak pantas untuk maju ke pilkada. Selain itu, faktor lain yang menguatkan penolakan tersebut juga berdasarkan keputusan pengadilan yang memutuskan seseorang dengan putusan berkekuatan tetap.
"Apabila yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum lagi, maka dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap," kata Veri.
Kemudian faktor penting lainnya yang menjadi akar dari penolakan ialah membolehkan narapidana percobaan ikut pilkada sangat menciderai demokrasi. Pasalnya, publik saat ini sangat menginginkan calon-calon kepala daerah yang bersih.
"Pencalonan terpidana hukuman percobaan dalam pilkada menciderai upaya membangun demokrasi yang bersih dan berintegritas," kata Veri.
Sebelumnya, pada Jumat (26/8/2016) lalu Komisi II dalam Rapat Dengar Pendapat dengan KPU, DPR mendorong KPU memberikan peluang kepada terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan bisa maju mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah. Mereka meminta untuk merevisi sejumlah aturan yang ada dalam PKPU, seperti PKPU Nomor 5 Tahun 2016 tentang pencalonan.