Suara.com - Ketua Tim Kuasa Hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menanyakan kepada Ahli Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM), Edward Omar Sharif Hiariej soal rekaman kamera pengawas atau CCTV, yang menjadi barang bukti Jaksa Penuntut Umum di sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
Sebab, Otto menganggap jika alat bukti berupa barang elektronik tidak diatur oleh KUHAP. Mengingat, tambahnya, syarat untuk menentukan sebuah perkara tindak pidana harus berdasarkan barang bukti, yakni keterangan ahli, saksi, surat dan keterangan terdakwa.
Mendengar hal itu, Edward menjelaskan, meski tidak diatur dalam KUHAP. Namun, barang bukti berupa CCTV bisa menjadi petunjuk jaksa apabila bukti tersebut otentik dan sudah diuji oleh ahli sebelum dijadikan sebagai barang bukti.
"Dalam KUHAP tidak merujuk dokumen elektronik. Namum dalam UU Elektronik itu masuk dalam bukti elektronik. Selama CCTV tidak direkayasa, maka itu bisa jadi bukti yang tidak terbantahkan," kata Edward.
Dengan cepat, Otto pun kembali menimpali pernyataan Edward dengan kembali bertanya.
"Kalau CCTV tidak otentik bisa dipakai tidak? Perlu pembanding tidak?" tanya Otto.
Dan Edward pun dengan tegas mengungkapkan, diperlukan ahli IT untuk pembuktianya.
"Jadi kita perlu ahli IT untuk dilibatkan (menguji soal) otentik," kata Edward menimpali.
Lebih lanjut, dia juga menilai dengan berjalannya kemajuan teknologi, barang bukti CCTV kerap digunakan penegak hukum sebagai petunjuk untuk bisa mengungkap sebuah perkara pidana. Dia pun mencontohkan penggunaan teleconference yang saat ini dipergunakan di persidangan.
"Persoalan CCTV secara tegas tidak diatur. Bisa dijadikan sebagai persoalan petunjuk, karena kan ini gelap. Biar terang dengan memanfaatkan kemajuan teknologi," kata Edward.