Ahli hukum pidana dari Universitas Gajah Mada Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan pembuktian hukum dalam perkara tindak pidana tidak memerlukan bukti langsung untuk menjerat terdakwa. Hal itu disampaikan Edward saat dihadirkan sebagai saksi ahli di sidang lanjutan kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini.
"Pada hukum pembuktian ada direct evidence, bukti langsung. Ada pula circumstantial evidence, bukti tidak langsung dan berdasarkan fakta-fakta yang ada bisa dibuktikan," kata Edward.
Pembuktian tidak langsung, katanya, juga bisa digunakan untuk menjerat terdakwa asalkan berdasarkan fakta-fakta yang sesuai dengan keterangan para saksi ahli.
"Maka hakim dapat memutuskan perkara tanpa adanya direct evidence (bukti langsung)," kata Edward.
Edward merinci lima teori yang bisa dipakai untuk menjerat terdakwa, meski tidak ada pembuktian langsung.
Pertama, pembuktian melalui keterangan ahli dari segi bahasa. Kedua, keterangan ahli secara teknis suatu prosedur. Ketiga, keterangan ahli yang menjelaskan suatu peristiwa atau perbuatan berdasarkan fakta yang dikumpulkan terlebih dahulu, baik dari media massa, tayangan yang disaksikan, dan lainnya.
"Yang keempat ialah keterangan ahli yang melakukan penelitian baik terhadap pelaku, korban, maupun alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan. Yang kelima, ahli yang ketika memberikan keterangan berdasarkan keahlian tanpa perlu melakukan observasi atau pengamatan," kata dia.
Dalam sidang sebelumnya, hakim anggota Binsar Gultom pernah menyampaikan bisa memvonis seorang terdakwa tanpa adanya pembuktian langsung. Vonis tersebut pernah dijatuhkan kepasa Anwar alias Rijal, terdakwa kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap siswi Madrasah di Jasinga, Bogor.
Gara-gara pernyataan Binsar ketika itu, Jessica sampai shock.
Suara.com - Mirna meninggal dunia usai meneguk es kopi Vietnam bercampur zat sianida di kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Jakarta Pusat, pada Rabu (6/1/2016).