Suara.com - Koordinator Kontras Haris Azhar melakukan pertemuan dengan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad di DPR, Rabu (24/8/2016).
Salah satu agenda pertemuan untuk membicarakan kelanjutan penanganan kasus penyelundupan narkoba yang pernah ditulis Haris di media sosial berdasarkan testimoni terpidana mati Freddy Budiman.
"Dia tanya perkembangannya, saya bilang perkembangannya bagus. Ada sejumlah institusi melakukan kerja investigatif, tapi juga mungkin ada beberapa kelemahan. Dia dengar pendapat saya. Apa saja kelemahan itu atau mungkin bagaimana supaya lebih kuat nantinya," kata Haris.
Haris menambahkan masih ada beberapa kendala dalam penanganan kasus tersebut. Di antaranya, institusi penegak hukum yang belum bisa saling kontributif satu sama lain.
"Karenanya, mungkin nanti perlu ada tim yang koordinatif, tapi terpimpin," kata Haris.
Dia berharap investigasi kasus ini jangan cuma membongkar tulisannya saja. Namun juga membongkar semua pengakuan Freddy.
"Dari sejauh yang saya bisa tangkap bagaimana juga tim-tim yang ada itu atau nanti ada tim baru yang bisa lebih membuka seperti apa sih sindikat narkoba itu," kata dia.
Haris juga menyampaikan perkembangan kasus narkoba yang diduga melibatkan aparatur daerah.
"Tadi tanya bagaimana perkembangan kasus-kasus narkoba yang melibatkan aparatur daerah, karena dia kan perannya di DPD," kata Haris.
Haris menambahkan saat ini koalisi masyarakat sipil sudah membuat posko untuk menerima kasus narkoba yang melibatkan aparat. Haris berharap kepada Faruk dapat menindaklanjutinya.
"Nah kita sebutkan dari beberapa pelaporan itu banyak yang di daerah-daerah yang mungkin pasar nanti mau lihat dan keluar lebih jauh untuk angka konsen di daerah-daerah ini dan akan dibicarakan ke sejumlah institusi hukum atau institusi negara dan mudah-mudahan beliau bisa sampaikan ke presiden untuk dorong penyelesaian baik soal sindikat narkoba ini," ujarnya.
Kasus ini berawal dari informasi rahasia Freddy kepada Haris yang menemuinya di Nusakambangan pada 2014.
Kesaksian Freddy kemudian ditulis Haris Azhar di media sosial beberapa saat sebelum Freddy dieksekusi mati di Nusakambangan awal Agustus 2016. Isinya mengejutkan, untuk memuluskan penyelundupan narkoba, Freddy mengaku menyuap oknum BNN sebesar Rp450 miliar dan oknum polisi sebesar Rp90 miliar. Dia juga mengaku pernah diantar jenderal TNI bintang dua ketika membawa narkoba dari Medan ke Jakarta memakai mobil jenderal.