Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap 10 saksi usai Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam ditetapkan menjadi tersangka. Namun, mereka tidak diperiksa di kantor KPK, melainkan di Polda Sulawesi Tenggara.
"Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA, " kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati, Rabu (24/8 /2016).
Kesepuluh saksi yaitu PNS Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Konawe Utara Andrias Apono, staf ahli bidang pembangunan Setda Sultra Amal Jaya dan Kahar Haris, Kabid Tata lingkungan dan AMDAL Sultra Aminoto kamaluddin, Kadis ESDM Sultra Burhanuddin, PNS Dinas ESDM Sultra Kamarullah, Sekda Kabupaten Konawe Kepulauan Cecep Trisnajayadi, Dosen Universitas Haluoleo La Ode Ngkoimani,, PNS Sekda Sultra Lukman Abunawas, dan PNS Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kolaka Utara Masmur.
KPK telah menetapkan Nur Alam menjadi tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerbitan surat keputusan dalam izin usaha pertambangan kepada PT. Anugrah Harisma Barakah dari tahun 2009-2014. Diduga, Gubernur periode 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan.
Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada Anugra, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
Anugrah merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana. Perusahaan ini melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT. Inco.
KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.