Suara.com - Bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi didakwa menerima suap dari pengusaha terkait pembahasan raperda tentang reklamasi Teluk Jakarta. Selain itu, dia juga didakwa melakukan pencucian uang sekitar Rp45 miliar.
"Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut berupa perbuatan menempatkan, menransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," kata jaksa penuntut umum dari KPK Budhi Sarumpaet dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016).
Menurut jaksa, Sanusi membelanjakan uang senilai Rp45.287.833.733 untuk membeli tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor. Sanusi juga disebut menyimpang uang 10 ribu dollar AS dalam brankas di lantai satu rumahnya di Jalan Saidi I, nomor 23, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Perbuatan terdakwa dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," kata jaksa.
Jaksa mengatakan perbuatan Sanusi terkait dengan jabatannya sebagai anggota Komisi D DPRD DKI 2009-2014 dan Ketua Komisi D DPRD 2014-2019.
Selain menerima uang Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, Sanusi juga meminta dan menerima uang dari rekanan Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang juga mitra kerja Komisi D dengan total keseluruhan sekitar Rp45 miliar.
Rinciannya, Sanusi menerima uang dari Direktur Utama PT. Wirabayu Pratama Danu Wira Rp21 miliar. Wirabayu Pratama merupakan rekanan proyek di dinas antara 2012 dan 2015.
Kemudian menerima uang dari Komisaris PT. Imemba Contractors Boy Ishak yang melaksanakan proyek pekerjaan dinas tahun 2012-2015 sebesar Rp2 miliar.
Sanusi juga menerima dari pihak lain lagi sebanyak Rp22 miliar lebih.
"Bahwa uang yang diterima terdakwa dari para rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI Jakarta dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya, kemudian terdakwa membayarkan atau membelanjakan aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor," kata Jaksa.
Jaksa mendakwa Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara akibat perbuatannya menerima suap, Sanusi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.