Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menyatakan pengaduan yang masuk ke posko darurat "Bongkar Aparat" yang didirikannya sejak 4 Agustus 2016, sebagian besar terkait dengan kasus narkoba.
"Sampai hari ini (Jumat), kami menerima 45 pengaduan dari masyarakat. Dari jumlah tersebut, 38 di antaranya adalah kasus dugaan keterlibatan aparat dalam kejahatan narkotika," ujar Kepala Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik Putri Kanesia di kantor Kontras, Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (19/8/2016).
Putri melanjutkan dari 38 kasus tersebut, aduan paling banyak terjadi di DKI Jakarta (13 kasus), lainnya tersebar dari Aceh hingga Nusa Tenggara Barat.
Sementara institusi yang tersering disebut terkait dalam laporan itu adalah Polri dengan 24 kasus, dan sisanya TNI, BNN, petugas lapas, hakim, jaksa, serta Satgas Kemenkumham.
Kontras menyebut laporan masyarakat yang masuk ke posko berisi hampir semua tindak kriminal terkait narkotika, seperti kepemilikan, penyalahgunaan sampai pemerasan kepada narapidana narkotika.
"Ada mantan napi yang mengaku diperas ketika akan disidang. Oleh karena itulah kami mendapat dugaan keterlibatan hakim," kata Putri.
Kontras masih menerima aduan sembari melakukan verifikasi terhadap semua laporan yang datang dari masyarakat. Oleh karena itu, organisasi yang didirikan oleh pegiat HAM Munir Said Thalib belum mau mengungkap secara rinci nama-nama pelapor maupun yang dilaporkan.
"Kami tidak mau terlalu cepat menyimpulkan, karena masih terus melakukan klarifikasi dan verifikasi terhadap aduan masyarakat. Kami ingin mengetahui apakah kasus ini ada keterkaitan satu sama lain," tutur Putri.
Dia menambahkan Kontras tidak sembarangan dalam menerima pengaduan dari masyarakat. Jika ingin melaporkan kasus ke posko Bongkar Aparat, baik dengan datang langsung ke kantor Kontras atau melalui laman daring, pengadu harus melengkapi diri dengan barang bukti dan saksi-saksi.
Kalau pelapor mau, kata Putri, Kontras bisa membantu untuk meneruskan aduan ke dalam proses hukum.