Suara.com - Sebanyak 6 pengacara dari Street Lawyer Legal Aid atau lembaga bantuan hukum pengacara jalanan menggugat pemberhentian Arcandraa sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mereka juga menggugat pengangkatan Arcandra sebagai menteri.
Ada 12 alasan mereka menggugat. Gugatan itu akan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jumat (19/8/2016) pagi.
Mereka yang menggugat adalah Rangga Lukita Desnata, Mohammad Kamil Pasha, Juanda Eltari, Sumadi Atmadja, Christopher Panal Lumban Gaol, dan Erisamdy Prayatna.
Berikut alasan gugatan mereka dalam salinan gugatan yang diberikan ke PTUN:
Pertama, Sebagai Advokat dan Pemberi Bantuan Hukum, Para Penggugat yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) diberi hak oleh Pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) untuk memajukan diri secara kolektif memperjuangkan hak untuk membangun bangsa dan negara. Lalu Pasal 28D ayat (1) UUD 45 memberikan hak bagi Para Penggugat sebagai WNI untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil, dan kemudian Pasal 28F UUD 45 Para Penggugat juga diberikan hak mendapatkan informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
Kedua, sehubungan dengan hak-hak Para Penggugat yang dijamin oleh konstitusi tersebut bahwa Para Penggugat merasa dirugikan dengan adanya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang diterbitkan oleh Tergugat berupa Keputusan Presiden Nomor 83 P Tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode 2014-2019 tanggal 27 Juli 2016, yang berisi tentang pengangkatan Sdr. Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Keppres Nomor 83 P 2016). Lalu Keputusan Presiden Terkait Pemberhentian Menteri Energi Sumber Daya Manusia, tanggal 15 Agustus 2016, yang berisi tentang pemberhentian dengan hormat Sdr. Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Keppres Pemberhentian Menteri ESDM).
Ketiga, Keppres Nomor 83 P tahun 2016 sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan Penggugat bertentangan dengan Pasal 22 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara (Undang-Undang Kementerian) yang mensyaratkan Menteri harus warga negara Indonesia, karena melalui Keppres tersebut Penggugat mengangkat Sdr. Arcandra Tahar yang bukan WNI sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Keempat, setelah muncul polemik di masyarakat tentang pengangkatan Sdr. Arcandra Tahar tersebut, Penggugat kemudian memberhentikannya dengan hormat melalui Keppres tertanggal 15 Agustus 2016 dengan alasan yang tidak jelas sehingga menjadikannya bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik/ Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur (AAUPYB) yaitu menyalahi asas tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan, profesionalitas, akuntabilitas sebagaimana penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Kelima, meskipun Penggugat sebagai Presiden Republik Indonesia dijamin oleh Pasal 17 ayat (2) UUD 45 untuk mengangkat dan memberhentikan Menteri sebagai hak prerogatifnya, akan tetapi penggunaan hak prerogratif tersebut bukanlah tanpa batasan. Sebab Pasal 27 ayat (1) UUD 45 membatasi penggunaan hak prerogratif tersebut yaitu dengan mewajibkan segala WNI tanpa pengecualian Penggugat sebagai Presiden untuk menjunjung hukum dan pemerintahan. Oleh karena hak prerogratif tersebut dibatasi dengan hukum dan pemerintahan, maka sudah sepatutnya kedua Keppres tersebut yang bertentangan dengan hukum dan AAUPYB untuk dibatalkan atau tidak sah;
Keenam, mengenai kerugian yang diderita oleh Para Penggugat sebagai WNI atas terbitnya KTUN Nomor 83 P tersebut, karena adanya pengaruh yang merugikan dari warga negara bukan Indonesia (Arcandra Tahar) dalam kebijakan negara Indonesia pada sektor ESDM, seperti menyetujui perpanjangan izin ekspor konsentrat PT. Freeport hingga 11 Januari 2017. Hal mana perpanjangan izin tersebut sangat menguntungkan pihak asing, sedangkan bagi pengusaha warga negara Indonesia tidak diberlakukan hal yang sama, alias tetap diwajibkan membuat smelter (pengolahan dan permunian) sebagaimana ketentuan Pasal 103 jo. Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral Dan Batubara (Undang-Undang Pertambangan Mineral Dan Batubara).