Suara.com - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan status dwi kewarganegaraan yang dimiliki Arcandra Tahar tidak pantas persoalkan.
"Menurut saya, jangankan jadi menteri, jadi Presiden juga boleh Arcandra itu. Anda tulis pernyataan saya, jangankan menjadi menteri, jadi Presiden juga boleh," kata Agun kepada Suara.com, Jumat (19/8/2016).
Menurut Agung jika UU ditelaah kembali, status kewarganegaraan ganda yang dimiliki Arcandra tidak menggugurkan hak menjadi warga negara Indonesia, termasuk menjadi seorang pejabat publik.
"Dasarnya apa? Ya Undang-Undang Dasar. UUD di Pasal 6 jelas sekali, yang pertama itu Presiden harus orang Indonesia asli, itu sudah diamandemen menjadi 2 ayat. Ayat yang pertama bunyinya, Presiden dan atau Wakil Presiden adalah warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menjadi warga negara asing atas kemauan sendiri, mengkhianati negara," kata Agun.
"Ayat duanya, syarat-syarat tata cara menjadi Presiden diatur oleh undang-undang," Agun menambahkan.
Jika dikaitkan dengan kasus Arcandra, kata Agun, dia berhak menjadi Presiden. Karena dia adalah warga negara Indonesia sejak lahir.
Menurut Agun kasus Arcandra hampir sama dengan kasus yang pernah dialami mantan Presiden B. J. Habibie.
Habibie lahir di Indonesia, namun dia sekolah dan bekerja di Jerman. Kemudian dia mendapat status kewarganegaraan Jerman untuk mempermudah perkerjaannya.
"Pada waktu kami merumuskan itu (amandemen UUD), saya anggota 41, muncul faktual tentang keberadaan Pak Habibie. Saat itu beliau menduduki jabatan penting di sebuah perusahaan penerbangan dan syarat-syarat di perusahaan penerbangan Jerman sana, harus warga negara Jerman," ujar Agun.
Agun menambahkan Habibie menjadi warga negara Jerman bukan atas kemauan sendiri, melainkan untuk kepentingan pekerjaan. Dengan demikian, tidak dapat menggugurkan status kewarganegaraan Habibie sebagai orang Indonesia.