Suara.com - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, HR Muhammad Syafi'i menjadi pembaca doa penutup dalam sidang bersama MPR, DPR dan DPD, di gedung Nusantara, Ruang Paripurna I, kompleks MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2016) kemarin.
Doa yang disampaikan Syafi'i tersebut ditafsirkan oleh banyak pihak menyindir pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo. Pasalnya, dalam doanya tersebut, Syafi'i meminta kepada Tuhan agar rakyat Indonesia dilindungi dari pemimpin yang berkhianat.
"Jauhkan kami dari pemimpin yang khianat yang hanya memberikan janji-janji palsu, harapan-harapan kosong, dan kekuasaan yang bukan untuk memajukan dan melindungi rakyat ini, tapi seakan-akan arogansi kekuatan berhadap-hadapan dengan kebutuhan rakyat," kata Syafi'i.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul menilai bahwa doa Syafi'i adalah doa makar. Katanya, doa tersebut tidak pantas untuk disampaikan di muka umum, apalagi dalam forum penting.
"Itu doa makar. Nggak baik, ngeri doa itu. Kau dengar dong kata per kata, ngeri itu doa," kata Ruhut di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Ruhut sangat menyelasalkan isi dari doa tersebut. Ia menilai, doa tersebut syarat dengan muatan politis.
"Saya sangat sesalkan, itu doa kecolongan. Yang namanya doa supaya nggak berpolitik, itu pakai teks. Itu kan tidak, bebas, itu bukan improvisasi, itu sudah makar, itu sudah kebangetan," ujar Ruhut.
Ruhut melanjutkan, isi doa Syafi'i tidak terlepas dari kepentingan politik. Katanya, Syafi'i sudah terlalu sering membuat kegaduhan.
"Tapi kan kalian tahu, udah tau partainya apa dikasih doa. Dan ini orang udah banyak kok yang aneh-aneh," tutur Ruhut.
Ruhut juga menilai Syafi'i kurang prestasi, terutama saat Syafi'i menjabat sebagai ketua Pansus Terorisme.